Thursday 28 April 2016

Z Junior Highschool Part 23


   Selamat Sore.

   Akhirnya UAS-nya sudah selesai. Tapi eiits, masih ada UN ternyata! Dan juga nggak nyangka bisa mencapai angka 1K lebih. Baiklah, tak usah banyak basa basi, ayo lanjut ke chapter selanjutnya!! Jreng Jreng Jreng!!!


   SELAMAT MEMBACA


 
   "Kalian jangan menghadap kesini, kalau tidak akan kutembaki kalian!" seru Fitria sambil menodongkan MP5-nya.

   Semua lelaki yang mendengarnya langsung berdigik dan terus menatap kedepan tanpa berani menengok kebelakang. Bahkan Enggar, Ardhika, Febri, dan Taufik yang diatap bus juga mendengarnya dan tak berani kembali kedalam.

   Baiklah singkat cerita, ternyata Nuansha hari ini sedang datang bulan. Karena untuk memakai pembalut hanya bisa didalam bus (kebetulan sekali Diaz ternyata membawa banyak pembalut ditasnya), jadi Nuansha memakainya dibelakang bus, sedangkan para cewek mengawasi agar tak ada yang mengintip Nuansha. Bahkan Choki yang hormon lelakinya hilang juga tak diperbolehkan.

   "Hey Fajar, kau kenapa?" tanya Raihan.

   "Ti-Tidak! A-Aku tak ber-berpikir untuk mengin-tip!" seru Fajar tiba-tiba.

   "Siapa juga yang menuduhmu akan mengintip? Dan lihat hidungmu yang penuh darah" ujar Raihan sweetdrop saat melihat mimisan Fajar yang mengucur deras. Fajar yang menyadarinya panik sambil membersihkan dan menumbat hidungnya dengan tisu.

   "Baiklah selesai" sahut Nuansha, sedangkan yang lain menghela napas lega.


   Sedangkan diatap bus.

   "BATS"

   "BATS"

   "BATS"

   "BATS"

   Enggar terus melepaskan tembakan kearah zombie yang ada didepan. Sepertinya dia tidak tahu dengan insiden pembalut Nuansha.

   "Enggar, apa kau nggak lelah?" tanya Ardhika.

   "Ini sih belum apa-apa" ujar Enggar yakin. Saat bus melintas dibawah jembatan, tiba-tiba ada zombie yang melompat dari jembatan dan jatuh tepat diatap bus.

   "Uwaaa..!! Tiba-tiba saja!" seru Taufik kaget. Zombie itu hanya menggeram.

   "Cuma satu saja kan" ujar Ardhika tenang sambil berjalan mendekati zombie itu. Zombie itu merespon dan segera mendekati Ardhika, tapi belum satu langkah zombie itu ambil kepalanya sudah terpenggal dan tubuhnya jatuh kejalan. Ardhika hanya mendengus sambil menatap katana-nya yang entah sejak kapan sudah dia hunuskan.

   "Ya jadi kotor" Ardhika mengeluarkan tisu dari sakunya dan membersihkan katana-nya dari darah dan gumpalan daging.

   "Cepatnya" ujar Febri. Febri memang tak bisa secepat itu mengingat senjatanya adalah sebuah kampak.

   "Mulai sekarang, kita harus hati-hati bila melintas dibawah jembatan" ujar Ardhika sambil menyarungkan kembali katana-nya. Sesaat kemudian, tiba-tiba 3 pesawat melintas dengan cepat.

   "WUUUUUUSSSSSHHHHHHH........!!!!!!!"

   "Uwaa!! Pesawat apa itu!?" ujar Febri kaget.

   "Sepertinya itu pesawat militer, mereka sedang patroli" ujar Enggar tanpa memalingkan wajahnya.

   "Benar juga, kenapa kita tidak minta bantuan pada mereka" usul Ardhi.

   "Kau bicara seperti itu saat pesawat itu sudah jauh?" sindir Enggar. Sedangkan Ardhi hanya kesal sendiri

   "Oh ya Ardhika, saat ledakan tadi aku menemukan sebuah pedang yang terpental" ujar Taufik mendadak.

   "Oh, pedang apa? Katana?" tanya Ardhika, sepertinya kesalnya sudah hilang.

   Taufik menggeleng "Bukan, nggak tau apa namanya. Ada ditasku kok" ujar Taufik.

   "Tas, memang muat?" tanya Febri.

   "Ya tidak sih, aku masukkan sebagian saja" ujar Taufik.

   "Coba aku ingin lihat" pinta Ardhika. Taufik mengangguk dan mereka berdua masuk kedalam bus.

   "Oh kalian, ada apa disana? Tadi aku mendengar suara keras diatas" tanya Najwa.

   "Tadi ada zombie melompat dari atas, Ardhika sudah membunuhnya" jawab Taufik. Kemudian mereka berdua kebelakang mengambil tas Taufik.

   "Nah ini dia" ujar Taufik sambil menunjukan sebilah pedang.

   "Eh!? Ini kan Rapier!" Ardhika terkejut saat melihat pedang itu.

   "Rapier? Apa itu" tanya Taufik bingung.

   "Pedang dari Eropa, ciri khasnya ramping, tajam, dan ada pelindung tangannya. Bukannya ini punya Ubadi?" ujar Ardhika masih terkejut.

   "Ubadi?" Taufik semakin bingung.

   Ardhika terdiam sesaat, menghela napas berat, kemudian berpaling ke Taufik "Simpan ini, atau beri saja ke Agung, dia kan tidak bersenjata" ujar Ardhika.

   "Oh baiklah, lagipula aku tak terlalu suka pedang ini" ujar Taufik sembari menuju kedepan tempat Agung berada, sedangkan Ardhi kembali keatap bus.

   "Pedang apa?" tanya Febri saat melihat Ardhika kembali.

   "Pedang Rapier, itu loh pedang Eropa yang ramping itu" jawab Ardhi. Tapi saat melintas dibawah jembatan, lagi-lagi ada zombie yang melompat kebawah. Kali ini ada 2.

   "Baiklah, ayo Febri!" seru Ardhi sambil menghunus katana-nya.

   "OK!" sahut Febri yang sudah bersiap dengan kampaknya.


.     .     .     .     .



   "Sebentar lagi kita akan sampai di gerbang tol Bintaro dan memasuki Kota Tanggerang. Bersiaplah mulai dari sekarang" sahut Fajar didalam bus. Saat ini semuanya ada didalam bus kecuali Enggar dan Ardhika yang ada diatap bus.

   "Agung, tolong ambilkan stok peluru Enggar" sahut Ardhi dari atas lewat pintu atas. Agung yang mendengarnya mengambilkan tidak hanya stok peluru, tapi juga tas Enggar. Oh ya ngomong-ngomong Agung menerima pedang Rapier yang diberi Taufik. Dan sepertinya dia senang karena dia akhirnya bisa membantu yang lain.

   "Aku baru sadar tongkatku sudah agak retak" ujar Diaz.

   "Kau bisa pakai ini" Nuansha memberi tongkat garpu taman ke Diaz.

   "Ah tak usah, nanti kau pakai apa? Tongkat ini masih bisa digunakan lagi kok, cuma retakan kecil" tolak Diaz, sedangkan Nuansha hanya tersenyum kecil. Raihan yang melihatnya menghampiri mereka berdua.

   "Diaz, kau bisa pakai ini kok" ujar Raihan sambil menujukkan ninjato Rangga.

   "Yah, aku lebih ahli memakai tongkat" ujar Diaz.

   "Kalau begitu..." Nuansha merampas ninjato-nya dan memberi tongkat garpu taman ke Diaz.

   "...kau pakai ini, sedangkan aku pakai ini" ujar Nuansha. Diaz dan Raihan yang melihatnya hanya diam sambil manggut-manggut.

   Semuanya sibuk bersiap diri. Bahkan Ardhika dan Fajar yang notabene petarung jarak dekat mengisi peluru disenapan mereka. Hanya Choki saja yang bukannya sibuk menyiapkan diri, dia tebar pesona kesana kemari.

   "Kita sudah sampai, bersiap untuk tabrakan dan alarm kencang" peringat Galih. Semua bersiap di kursinya saat lecepatan bus tiba-tiba meningkat. Sedangkan Ardhi dan Enggar yang diatas berpegangan pada sisi besi bus (itu loh, tempat mengikatkan tali bila menaruh barang diatas).

   "BRUK!"

   "NGGGGGIIIIIIIIIIIIIIIINNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGG..........................!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

   Suara alarma peringatan terdengar kepenjuru arah. Memang, karena bus yang mereka naiki menabrak palang pintu otomatis di gerbang tol (Karena kalau tidak menabraknya, siapa yang membukanya? Zombie?).

   "Galih, pertahankan kecepatanmu, tabrak zombie yang ada didepan" intruksi Fajar.

   Galih hanya mengangguk, didepan terpampang gerombolan zombie. Enggar bersiap dengan posisinya.

   "BRRRRMMMM....!!"

   "groo...ooo....uuu..."

   "BRUK! BRUK! BRUK! BRUK!"

   Zombie-zombie didepan yang tertabrak oleh bus terpental kemana-mana. Darah mulai memenuhi kaca depan, sehingga Galih membersihkan kaca depan dengan alat pembersih kaca.

   "Mengerikan..." desis Fitria. Hampir semua yang ada disana pucat pasi, hanya Fajar, Galih, dan Rika yang masih tenang-tenang aja. Setelah beberapa lama, akhirnya bus keluar dari gerombolan zombie itu.

   "Akhirnya, aku kira bus ini akan terbalik" ujar Raihan. Semua yang ada disana (kecuali 3 orang yang saya sebut tadi) menghela napas berat, mereka memang menahan napas saat tabrakan itu.

   "Rika, sayang kesini" panggil Fajar. Rika datang kekursi depan "Nah sekarang tolong beritahu jalan ke alun-alun" ujar Fajar.

   "Baiklah" Rika mulai memberi intruksi jalan kepada Galih. Memang hanya Rika yang tahu jelas jalan ke alun-alun. Memang beberapa orang seperti Fitria, Diaz, Taufik, dan Ardhi pernah kesana, tapi mereka lupa.

   "Akhirnya" ujar Ardhi yang saat itu bersama Enggar.

   "Eeh!? Sejak kapan kau disini!?" tanya Taufik terkejut.

   "Tabrakan itu membuat banyak darah bertebaran, jadi daripada kotor aku dan Ardhi masuk kedalam" jawab Enggar tenang. Sepertinya karena tegang, semuanya tidak menyadari bahwa Enggar dan Ardhi masuk kedalam bus.

   "Okelah" ujar Taufik.

   "Tapi tak terasa ya" ujar Diaz.

   "Ya, mungkin ini akhir dari perjuangan kita. Akhirnya aku akan bertemu orang tuaku" ujar Nuansha.

   "Akhirnya aku akan tidur panjang selama setahun" ujar Febri.

   "Mana mungkin, memang kau beruang" ujar Agung sambil memukul Febri, dan akhirnya mereka pukul-pukulan. Yang lain tidak memperdulikan mereka berdua, mereka malah tersenyum.

   Karena...

   Mereka akan pulang dari sekolah....


.     .     .     .     .



   Ardhika's PoV

   "Ini, tidak mungkin!"

   Kami semua terkejut, semua diam. Muka kami pucat pasi, begitu juga denganku. Rasanya jantungku berhenti berdetak.

   Alun-alun, Alun-Alun Kota Tanggerang yang sudah menjadi tujuan kami, tempat yang kami percaya disana ada orang tua kami, tempat harapan kami semua.

   Sepi.

   Hanya terpampang alun-alun yang luas tapi sepi. Sampah berserakan dimana-mana. Dan pagar kawat yang melingkari sisi alun-alun.

   Tanpa kami sadari, dibelakang 6 zombie mendatangi kami. Tapi aku tak memperdulikannya.


   Karena sia-sia saja sepertinya...




THE END

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*


Becanda kok :v :v :v. Belum selesai kok, tapi bagian satu sudah selesai. Dan akan dilanjutkan di bagian 2 yang paling lambat bulan Mei (lama amat). Soalnya author pengen fokus ujian nasional, belum ini, belum itu, belum pendaftaran sekolah.

Baiklah bye bye, see you, sayonara, sampai bertemu kembali :v


TERIMA KASIH TELAH MENGIKUTI CERITA INI DARI AWAL SAMPAI AKHIR (WALAU MASIH ADA LANJUTANNYA). DAN JUGA SAYA UCAPKAN BANYAK-BANYAK TERIMA KASIH ATAS KOMEN, SARAN, KRITIK, DAN JUGA VOTE-NYA.

Salam...


IKadekSyra



 

 

 

 





 
   

No comments:

Post a Comment