Thursday 28 April 2016

Z Junior Highschool Part 23


   Selamat Sore.

   Akhirnya UAS-nya sudah selesai. Tapi eiits, masih ada UN ternyata! Dan juga nggak nyangka bisa mencapai angka 1K lebih. Baiklah, tak usah banyak basa basi, ayo lanjut ke chapter selanjutnya!! Jreng Jreng Jreng!!!


   SELAMAT MEMBACA


 
   "Kalian jangan menghadap kesini, kalau tidak akan kutembaki kalian!" seru Fitria sambil menodongkan MP5-nya.

   Semua lelaki yang mendengarnya langsung berdigik dan terus menatap kedepan tanpa berani menengok kebelakang. Bahkan Enggar, Ardhika, Febri, dan Taufik yang diatap bus juga mendengarnya dan tak berani kembali kedalam.

   Baiklah singkat cerita, ternyata Nuansha hari ini sedang datang bulan. Karena untuk memakai pembalut hanya bisa didalam bus (kebetulan sekali Diaz ternyata membawa banyak pembalut ditasnya), jadi Nuansha memakainya dibelakang bus, sedangkan para cewek mengawasi agar tak ada yang mengintip Nuansha. Bahkan Choki yang hormon lelakinya hilang juga tak diperbolehkan.

   "Hey Fajar, kau kenapa?" tanya Raihan.

   "Ti-Tidak! A-Aku tak ber-berpikir untuk mengin-tip!" seru Fajar tiba-tiba.

   "Siapa juga yang menuduhmu akan mengintip? Dan lihat hidungmu yang penuh darah" ujar Raihan sweetdrop saat melihat mimisan Fajar yang mengucur deras. Fajar yang menyadarinya panik sambil membersihkan dan menumbat hidungnya dengan tisu.

   "Baiklah selesai" sahut Nuansha, sedangkan yang lain menghela napas lega.


   Sedangkan diatap bus.

   "BATS"

   "BATS"

   "BATS"

   "BATS"

   Enggar terus melepaskan tembakan kearah zombie yang ada didepan. Sepertinya dia tidak tahu dengan insiden pembalut Nuansha.

   "Enggar, apa kau nggak lelah?" tanya Ardhika.

   "Ini sih belum apa-apa" ujar Enggar yakin. Saat bus melintas dibawah jembatan, tiba-tiba ada zombie yang melompat dari jembatan dan jatuh tepat diatap bus.

   "Uwaaa..!! Tiba-tiba saja!" seru Taufik kaget. Zombie itu hanya menggeram.

   "Cuma satu saja kan" ujar Ardhika tenang sambil berjalan mendekati zombie itu. Zombie itu merespon dan segera mendekati Ardhika, tapi belum satu langkah zombie itu ambil kepalanya sudah terpenggal dan tubuhnya jatuh kejalan. Ardhika hanya mendengus sambil menatap katana-nya yang entah sejak kapan sudah dia hunuskan.

   "Ya jadi kotor" Ardhika mengeluarkan tisu dari sakunya dan membersihkan katana-nya dari darah dan gumpalan daging.

   "Cepatnya" ujar Febri. Febri memang tak bisa secepat itu mengingat senjatanya adalah sebuah kampak.

   "Mulai sekarang, kita harus hati-hati bila melintas dibawah jembatan" ujar Ardhika sambil menyarungkan kembali katana-nya. Sesaat kemudian, tiba-tiba 3 pesawat melintas dengan cepat.

   "WUUUUUUSSSSSHHHHHHH........!!!!!!!"

   "Uwaa!! Pesawat apa itu!?" ujar Febri kaget.

   "Sepertinya itu pesawat militer, mereka sedang patroli" ujar Enggar tanpa memalingkan wajahnya.

   "Benar juga, kenapa kita tidak minta bantuan pada mereka" usul Ardhi.

   "Kau bicara seperti itu saat pesawat itu sudah jauh?" sindir Enggar. Sedangkan Ardhi hanya kesal sendiri

   "Oh ya Ardhika, saat ledakan tadi aku menemukan sebuah pedang yang terpental" ujar Taufik mendadak.

   "Oh, pedang apa? Katana?" tanya Ardhika, sepertinya kesalnya sudah hilang.

   Taufik menggeleng "Bukan, nggak tau apa namanya. Ada ditasku kok" ujar Taufik.

   "Tas, memang muat?" tanya Febri.

   "Ya tidak sih, aku masukkan sebagian saja" ujar Taufik.

   "Coba aku ingin lihat" pinta Ardhika. Taufik mengangguk dan mereka berdua masuk kedalam bus.

   "Oh kalian, ada apa disana? Tadi aku mendengar suara keras diatas" tanya Najwa.

   "Tadi ada zombie melompat dari atas, Ardhika sudah membunuhnya" jawab Taufik. Kemudian mereka berdua kebelakang mengambil tas Taufik.

   "Nah ini dia" ujar Taufik sambil menunjukan sebilah pedang.

   "Eh!? Ini kan Rapier!" Ardhika terkejut saat melihat pedang itu.

   "Rapier? Apa itu" tanya Taufik bingung.

   "Pedang dari Eropa, ciri khasnya ramping, tajam, dan ada pelindung tangannya. Bukannya ini punya Ubadi?" ujar Ardhika masih terkejut.

   "Ubadi?" Taufik semakin bingung.

   Ardhika terdiam sesaat, menghela napas berat, kemudian berpaling ke Taufik "Simpan ini, atau beri saja ke Agung, dia kan tidak bersenjata" ujar Ardhika.

   "Oh baiklah, lagipula aku tak terlalu suka pedang ini" ujar Taufik sembari menuju kedepan tempat Agung berada, sedangkan Ardhi kembali keatap bus.

   "Pedang apa?" tanya Febri saat melihat Ardhika kembali.

   "Pedang Rapier, itu loh pedang Eropa yang ramping itu" jawab Ardhi. Tapi saat melintas dibawah jembatan, lagi-lagi ada zombie yang melompat kebawah. Kali ini ada 2.

   "Baiklah, ayo Febri!" seru Ardhi sambil menghunus katana-nya.

   "OK!" sahut Febri yang sudah bersiap dengan kampaknya.


.     .     .     .     .



   "Sebentar lagi kita akan sampai di gerbang tol Bintaro dan memasuki Kota Tanggerang. Bersiaplah mulai dari sekarang" sahut Fajar didalam bus. Saat ini semuanya ada didalam bus kecuali Enggar dan Ardhika yang ada diatap bus.

   "Agung, tolong ambilkan stok peluru Enggar" sahut Ardhi dari atas lewat pintu atas. Agung yang mendengarnya mengambilkan tidak hanya stok peluru, tapi juga tas Enggar. Oh ya ngomong-ngomong Agung menerima pedang Rapier yang diberi Taufik. Dan sepertinya dia senang karena dia akhirnya bisa membantu yang lain.

   "Aku baru sadar tongkatku sudah agak retak" ujar Diaz.

   "Kau bisa pakai ini" Nuansha memberi tongkat garpu taman ke Diaz.

   "Ah tak usah, nanti kau pakai apa? Tongkat ini masih bisa digunakan lagi kok, cuma retakan kecil" tolak Diaz, sedangkan Nuansha hanya tersenyum kecil. Raihan yang melihatnya menghampiri mereka berdua.

   "Diaz, kau bisa pakai ini kok" ujar Raihan sambil menujukkan ninjato Rangga.

   "Yah, aku lebih ahli memakai tongkat" ujar Diaz.

   "Kalau begitu..." Nuansha merampas ninjato-nya dan memberi tongkat garpu taman ke Diaz.

   "...kau pakai ini, sedangkan aku pakai ini" ujar Nuansha. Diaz dan Raihan yang melihatnya hanya diam sambil manggut-manggut.

   Semuanya sibuk bersiap diri. Bahkan Ardhika dan Fajar yang notabene petarung jarak dekat mengisi peluru disenapan mereka. Hanya Choki saja yang bukannya sibuk menyiapkan diri, dia tebar pesona kesana kemari.

   "Kita sudah sampai, bersiap untuk tabrakan dan alarm kencang" peringat Galih. Semua bersiap di kursinya saat lecepatan bus tiba-tiba meningkat. Sedangkan Ardhi dan Enggar yang diatas berpegangan pada sisi besi bus (itu loh, tempat mengikatkan tali bila menaruh barang diatas).

   "BRUK!"

   "NGGGGGIIIIIIIIIIIIIIIINNNNNNNNNNNNGGGGGGGGGGGG..........................!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!"

   Suara alarma peringatan terdengar kepenjuru arah. Memang, karena bus yang mereka naiki menabrak palang pintu otomatis di gerbang tol (Karena kalau tidak menabraknya, siapa yang membukanya? Zombie?).

   "Galih, pertahankan kecepatanmu, tabrak zombie yang ada didepan" intruksi Fajar.

   Galih hanya mengangguk, didepan terpampang gerombolan zombie. Enggar bersiap dengan posisinya.

   "BRRRRMMMM....!!"

   "groo...ooo....uuu..."

   "BRUK! BRUK! BRUK! BRUK!"

   Zombie-zombie didepan yang tertabrak oleh bus terpental kemana-mana. Darah mulai memenuhi kaca depan, sehingga Galih membersihkan kaca depan dengan alat pembersih kaca.

   "Mengerikan..." desis Fitria. Hampir semua yang ada disana pucat pasi, hanya Fajar, Galih, dan Rika yang masih tenang-tenang aja. Setelah beberapa lama, akhirnya bus keluar dari gerombolan zombie itu.

   "Akhirnya, aku kira bus ini akan terbalik" ujar Raihan. Semua yang ada disana (kecuali 3 orang yang saya sebut tadi) menghela napas berat, mereka memang menahan napas saat tabrakan itu.

   "Rika, sayang kesini" panggil Fajar. Rika datang kekursi depan "Nah sekarang tolong beritahu jalan ke alun-alun" ujar Fajar.

   "Baiklah" Rika mulai memberi intruksi jalan kepada Galih. Memang hanya Rika yang tahu jelas jalan ke alun-alun. Memang beberapa orang seperti Fitria, Diaz, Taufik, dan Ardhi pernah kesana, tapi mereka lupa.

   "Akhirnya" ujar Ardhi yang saat itu bersama Enggar.

   "Eeh!? Sejak kapan kau disini!?" tanya Taufik terkejut.

   "Tabrakan itu membuat banyak darah bertebaran, jadi daripada kotor aku dan Ardhi masuk kedalam" jawab Enggar tenang. Sepertinya karena tegang, semuanya tidak menyadari bahwa Enggar dan Ardhi masuk kedalam bus.

   "Okelah" ujar Taufik.

   "Tapi tak terasa ya" ujar Diaz.

   "Ya, mungkin ini akhir dari perjuangan kita. Akhirnya aku akan bertemu orang tuaku" ujar Nuansha.

   "Akhirnya aku akan tidur panjang selama setahun" ujar Febri.

   "Mana mungkin, memang kau beruang" ujar Agung sambil memukul Febri, dan akhirnya mereka pukul-pukulan. Yang lain tidak memperdulikan mereka berdua, mereka malah tersenyum.

   Karena...

   Mereka akan pulang dari sekolah....


.     .     .     .     .



   Ardhika's PoV

   "Ini, tidak mungkin!"

   Kami semua terkejut, semua diam. Muka kami pucat pasi, begitu juga denganku. Rasanya jantungku berhenti berdetak.

   Alun-alun, Alun-Alun Kota Tanggerang yang sudah menjadi tujuan kami, tempat yang kami percaya disana ada orang tua kami, tempat harapan kami semua.

   Sepi.

   Hanya terpampang alun-alun yang luas tapi sepi. Sampah berserakan dimana-mana. Dan pagar kawat yang melingkari sisi alun-alun.

   Tanpa kami sadari, dibelakang 6 zombie mendatangi kami. Tapi aku tak memperdulikannya.


   Karena sia-sia saja sepertinya...




THE END

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*

*


Becanda kok :v :v :v. Belum selesai kok, tapi bagian satu sudah selesai. Dan akan dilanjutkan di bagian 2 yang paling lambat bulan Mei (lama amat). Soalnya author pengen fokus ujian nasional, belum ini, belum itu, belum pendaftaran sekolah.

Baiklah bye bye, see you, sayonara, sampai bertemu kembali :v


TERIMA KASIH TELAH MENGIKUTI CERITA INI DARI AWAL SAMPAI AKHIR (WALAU MASIH ADA LANJUTANNYA). DAN JUGA SAYA UCAPKAN BANYAK-BANYAK TERIMA KASIH ATAS KOMEN, SARAN, KRITIK, DAN JUGA VOTE-NYA.

Salam...


IKadekSyra



 

 

 

 





 
   

Sunday 24 April 2016

Z Junior Highschool Part 22


   Selamat Malam :v :v :v

   Besok UAS, gimana nih. Sering dimarahin karena main laptop aja sama orang tua, tapi gimana ya? Mumpung masih punya waktu, jadi saya melanjutkan menulis cerita gaje bin parah.

   Oke lanjut saja.



SELAMAT MEMBACA


   Sedangkan disisi lain...

   "Wah, petasanmu sangat membantu"

   Enggar yang mendengarnya hanya cengir sambil melemparkan beberapa petasan lagi disisi jalan.

   "DOR!! Kerrt..!! Krrttt....!! DAAR!!' (Suara petasan yang kecil-kecil itu lho :v).

   "Cepat maju, jangan berisik" bisik Taufik, sednagkan yang lain hanya menurut sambil berjalan melewati zombie yang terpancing petasan Enggar.

   "Tapi kita tak bisa begini terus, malam semakin larut" ujar Fitria.

   "Benar, tapi dimana kita singgah?" tanya Najwa.

   "Rika sudah ngantuk..." ujar Rika sambil mengucek matanya yang merah. Oh ya, wakizashi milik Niam diberikan kepada Rika. Hanya untuk jaga-jaga.

   "Tahan sebentar lagi Rika" bujuk Febri yang menggendong Agung. Yang lain terus berjalan sebelum Raihan menyuruh berhenti.

   "Berhenti! Lihat zombie didepan, banyak sekali. Bagaimana bisa kita lewat?" ujar Raihan.

   "Ya ampun" keluh Choki yang sudah putus asa (diakan nggak ngelakuin apa-apa).

   Yang lain termenung. Tiba-tiba Enggar nyengir.

   "Eh Enggar, ada apa?" tanya Ardhika yang melihat Enggar bertingkah aneh.

   "Kalau ditembaki satu-persatu repot bukan?" ujar Enggar sambil mengeluarkan sesuatu dari tasnya. Semua yang melihatnya terbelalak.

    "Jadi, lebih baik kita ledakan saja!" ujar Enggar bersemangat sambil memegang sebuah kembang api yang besar.

    "Dia sudah gila" ujar Diaz. Enggar menyulut sumbu kembang api diujungnya, kemudian mengarahkannya kekerumunan zombie didepan.

   "Oke, ayo Rock n roll!!" seru Enggar. Yang lain sudah menutup telinga. Beberapa saat kemudian, kembang api sudah menyala dan meluncur kearah kerumunan zombie.

   "Ctaaar.!!"

   "DAAAARRRR.....!!!!"

   "Indahnya~" ujar Rika terkagum-kagum saat melihat zombie-zombie berpentalan akibat kembang api itu.

   Tembakan kembang api berlangsung 8 kali, sebelum akhirnya habis.

   "Yah, sudah habis~" ujar Enggar kecewa.

   "Ya sih idemu lumayan meledakan mereka dengan kembang api. Tapi dari sekian banyak zombie didepan, yang mati cuma 3!" Enggar langsung mendapat 3 jitakan dari Najwa, Fitria, dan Diaz.

   "Hahahaha, berarti kita atasi dengan cara biasa lagi" ujar Ardhika sambil menghunus katana Adam. Katana-nya mungkin sudah meledak tadi di SPBU, jadi dia memakai katana Adam.

   "Hm, mungkin" ujar Enggar dengan kepala benjol sambil bersiap dengan M14 EBR-nya.

   "Eh, ada apa?" tanya Agung. Rupanya dia sudah tersadar dari pingsannya. Febri menurunkan Agung.

   "Kau tak apa-apa kan?" tanya Febri.

   "Ya, makasih" ujar Agung merona (?).

   "Ya, nggak apa-apa" ujar Febri tersenyum lembut.

   "Hah!? Boy x boy!" Ardhika menutup mulutnya, sedangkan yang lain hanya cengo.

   Febri dan Agung yang mendengarnya langsung menjauhkan diri "Bukan begitu goblok!!" bentak Febri.

   "Oh ya ada apa, dimana ini?" tanya Agung (ingat, dia tidak membawa katana-nya).

   "Nggak, kita cuma mau memulai pesta, iya kan?" tanya Enggar ke Ardhika dan Taufik, sebelum disambut dengan sebuah anggukan.

   "Baiklah, ayo!!"

   "DOR!"



.     .     .     .     .



   06.23 WIB.

   Fajar terbangun dari tidurnya. Matanya sedikit terbuka, kemudian dia menoleh kekanan dan kekiri. Oh ya dia ingat, dia dan Nuansha ada dirumah pohon, dan karena ledakan tadi membuat mereka berdua terpisah dari kelompok. Fajar yang sudah bangun sepenuhnya mencari Nuansha, yang ternyata ada disampingnya. Fajar terkejut. Apalagi kepala Nuansha bersandar dibahu Fajar, dan ditambah tangannya dan tangan Nuansha bersentuhan.

   "Eh" Fajar hampir terpekik. Mukanya merona lagi. Dia segera menarik tangannya dari tangan Nuansha, dan hampir bangkit kalau saja dia tidak ingat bahwa Nuansha bersandar dibahunya, dan jika dia bangkit akan membuat dia terbangun. Makanya dia menurungkan niatnya.

   "Ya ampun, kenapa aku terjebak disituasi seperti ini" keluh Fajar. Bisa terdengar dengkuran Nuansha yang halus dan teratur, dan napasnya tepat mengenail leher Fajar, membuat Fajar berdigik.

   "Bagaimana ini?" tanya Fajar entah pada siapa, apakah kepada kucing yang tidur dipojok rumah pohon. Fajar hanya pasrah sambil menunggu Nuansha bangun.

   "Eh, ehmm..." Nuansha terbangun dari tidurnya. Fajar yang melihatnya menghela napas lega.

   "Bagaimana tidurnya?" tanya Fajar tersenyum.

   Nuansha yang belum bangun sepenuhnya hanya menatap Fajar. Sesaat kemudian baru dia sadar bahwa jaraknya dengan Fajar sangat dekat, dan posisi tidur dia. Sontak Nuansha melompat menjauh dari Fajar.

   "Kau membuatku kesusahan, dengan tidurmu yang seperti itu" ujar Fajar. Sedangkan Nuansha hanya menunduk.

   "Maaf, selain itu... kapan kita berangkat lagi?" tanya Nuansha sambil memasukkan seragam Fajar tanpa sepengetahuannya kedalam tasnya.

   "Sekarang" jawab Fajar sambil mengambil Ithaca-nya dan tasnya kemudian melongok keluar. Terdapat 3 zombie tak jauh dari pohon, ditambah 6 zombie dikebun.

   "Wah, bakal sulit" ujar Fajar, sedangkan Nuansha ikut melongok keluar "Aku turun duluan, kemudian kamu nyusul" bisik Fajar, disambut anggukan Nuansha.

   Fajar mulai menuruni tangga pohon dengan kesiagaan tinggi. Rasanya menuruni tangga seperti menuruni gunung, terasa lama sekali. Sedangkan Nuansha melihatnya dengan ekspresi tegang.

   "tap"

   Fajar menapak tanah, untung zombie-zombie itu tidak menyadari keberadaan Fajar. Fajar memberi isyarat kepada Nuansha, dan Nuansha menuruni tangga. Tapi malang, saat sampai ditangga terakhir Nuansha terpeleset dan jatuh ketanah.

   "BUK!"

   Sontak zombie yang mendengarnya segera merespon dan mendatangi Fajar dan Nuansha dengan ganas.

   "DOR!"

   Satu zombie ambruk, Fajar melepaskan tembakannya.

   "Kalau begini tak bisa dihadapi satu persatu, Nuansha tetaplah dibelakangku" ujar Fajar sambil melepaskan tembakannya lagi.

   "DOR!"

   "DOR!"

   "DOR!"

   "DOR!"

   "Sial habis" keluh Fajar. Ithaca tidak memakai magazin, jadi Fajar harus memasukkan pelurunya satu persatu.

   "Cuma 5 doank!?" Fajar terkejut mengetahui jumlah amunisi dikantung celananya hanya ada lima. Tanpa pikir panjang Fajar segera mengisi kembali pelurunya. Tapi tanpa disadarinya, sesosok zombie mendatangi dirinya.

   "JLEB!"

   Belum selesai Fajar menyelesaikan keterkejutannya, dia melihat zombie didekatnya sudah mati. Dilihatnya, Nuansha menusuknya dengan garpu taman yang entah dimana dia dapatkan.

   "Terima kasih Nuansha, tanganmu yang satu lagi tidak apa-apa?" tanya Fajar sambil melepaskan tembakannya lagi.

   "Tidak apa-apa, sudah bisa digerakkan walau sedikit" ujar Nuansha sambil mengayunkan garpu taman kearah 2 zombie disampingnya.

   "Kalau begitu jangan dipaksakan" Fajar menyampingkan Ithaca-nya dan menghunus goloknya. Mereka berdua mati-matian bertahan, sebelum akhirnya Fajar dan Nuansha keluar dari rumah itu.

   "Fajar, kita pakai itu saja" usul Nuansha sambil menunjuk sebuah motor.

   "Ide bagus!" Fajar dan Nuansha segera berlari kearah motor itu sambil sesekali membunuh zombie yang menghalangi.

   "Nuansha, basmi zombie yang mendekati kita" ujar Fajar. Untung saja kunci motornya ada, tapi ada ditangan sebuah zombie. Fajar segera memotong kepala zombie itu dan mengambil kuncinya. Fajar kemudian menyalakan motornya.

   "BRMMM...!! BRRMM...!!"

   Zombie disekitar mereka merespon suara motor itu. Nuansha segera naik dan Fajar segera tancap gas dari sana.

   "Fajar, sepertinya bila kita memutar melewati hutan dan drainase itu, kita akan sampai dijalan tol Bitung" ujar Nuansha sambil mengayunkan garpu taman-nya kearah zombie yang mencoba mendekat.

   "Baiklah, ayo lebih cepat!"



.     .     .     .     .

   
  
   "Bagaimana? Sudah bisa?" tanya Choki.

   "Belum" jawab Galih.

   Ardhika, Enggar, Fitria, Raihan, Rika, Nuansha, Agung, Febri, Taufik, Diaz, Najwa, dan Choki saat ini sedang ada disisi jalan tol. Pada tengah malam, mereka menemukan bus yang tergeletak (tergeletak, lu kira apa thor!) disisi jalan. Karena sudah malam, jadi mereka memutuskan beristirahat disana. Kemudian keesokannya mereka hendak pergi dengan bus ini, tapi ternyata bus ini mogok. Makanya Galih sedang mencoba memperbaikinya dengan perkakas yang kebeulan ada didalam bus. Sedangkan Galih membetulkan bus, beberapa orang seperti Ardhika, Diaz, Taufik, dan Febri berjaga ditempat.

   "Akan berbahaya bila kita akan disini lebih lama" ujar Ardhika sambil menghunuskan katana-nya kekepala zombie.

   "Tunggu sebentar lagi" ujar Galih yang kembali berkutat dengan mesin. 

   Oh ya ngomong-ngomong, Agung telah menceritakan sebab kenapa SPBU terbakar tiba-tiba. Katanya itu karena dia, Febri dan Fitria yang menjadi saksinya. Dia mempunyai sebuah yang orang-orang sebut sebagai anugrah tuhan, kinesis. Singkatnya Agung memiliki kemampuan Pyrokinesis (kemampuan mengendalikan api). Menurut orang tuanya, dia sudah terlahir dengan kemampuan itu, dan itulah sebabnya dulu dia dan keluarganya diusir dari tempat asalnya, Cirebon. Semuanya mendengar cerita Agung dengan seksama. 

   "Zombie-nya tidak terlalu banyak hari ini" ujar Taufik.

   "Walau begitu kita harus tetap waspada dan jangan lengah" ujar Enggar dari pintu kecil atas bus dengan teropongnya.

   "Ya nggak apa-apa kamu ngomong kayak gitu, tapi bisakah kau turun sekarang. Bahuku pegal" keluh Raihan. Rupanya Enggar bisa muncul dari pintu itu karena ditopang oleh Raihan, dan tampaknya Rihan sudah tidak kuat lagi.

   "Hah, dasar lemah" ejek Enggar. Dia lalu menaiki atap bus dengan kepala Raihan sebagai pijakannya. Enggar akhirnya berhasil naik keatas atap, sedangkan Raihan hanya protes sambil mengeluarakan sejumlah kata-kata mutiara (?).

   "Apa masih lama?" tanya Diaz yang sudah menyelesaikan zombie didepannya.

   "Sebentar" ujar Galih sambil meraba-raba disekitarnya.

   "Aduh, dimana kunci inggris-nya?" tanya Galih.

   Rika yang kebetulan berada didekatnya mengambilkan sebuah kunci inggris didekat kakinya.

   "Ini kak" ujar Rika sambil memberikan kunci inggris kepada tangan Galih.

   "Oh, makasih Rika" ujar Galih, dia tahu Rika yang memberinya dari suaranya.

   Sedangkan dibus...

   "Ya ampun, persediaan makanan disini hampir habis" keluh Fitria.

   "Aku juga cuma bisa 'menyelamatkan' snak-ku" ujar Najwa.

   "Apa kita akan 'merampok' lagi?" tanya Choki yang sudah berada didalam mobil. Untungnya dia sempat membawa kotak P3K-nya.

   "Mungkin, tapi disepanjang jalan tol ini tidak ada minimarket lagi" ujar Raihan sambil membersihkan bekas pijakan sepatu Enggar dibajunya.

   "Ya ampun" keluh mereka semua.

   "Aku mau pipis dulu" ujar Agung sambil melompat keluar dari bus.

   "Oh ya, cadangan pembalutnya kau bawa tidak?" tanya Najwa tiba-tiba.

   "Ya ampun, aku lupa membawanya!" pekik Fitria.

   "Bagaimana ini~" mereka berdua pundung dipojokan, sedangkan Choki dan Raihan hanya melihatnya dengan tatapan cengo.

   "Baiklah selesai!" ujar Galih sembari bangkit dan membereskan perkakasnya.

   "Untung saja ada kak Galih" lega Diaz.

   "Oh Choki, tolong ambilkan senapanku" ujar Enggar dari atasnya saat tahu bahwa bus-nya sudah diperbaiki.

   "Yang mana?" tanya Choki.

   "Yang itu" ujar Enggar melongok kedalam sambil menunjuk M14-EBR-nya. Choki mengambil dan memberinya kepada Enggar.

   "Woi, gua juga mau ikut" ujar Taufik saat melihat Enggar diatas.

   "Aku juga" sahut Febri dan Ardhika bersamaan. Mereka bertiga naik dengan melompat menggapai atapnya dan berpijak pada kursi disampingnya. Mereka tak mengalami kesulitan karena tubuh mereka tinggi, tidak seperti Enggar (ditembak beruntun oleh Enggar).

   "Semua sudah naik?" tanya Galih yang sudah ada dikursi sopir.

   "Sudah!" sahut semuanya.

   "Baiklah" Galih menyalakan mesin. Ingat Galih bisa menyalakan mobil tanpa kunci.

   Dan pada saat bersamaan, Enggar merasakan sesuatu yang cepat menuju kemari. Dia dengan cepat bergegas kebelakang dan menggunakan teropong-nya.

   "Tunggu sebentar!" seru Enggar, sehingga terdengar sampai dibawah.

   "Ada apa?" tanya Taufik.

   "Lihatlah kesana" ujar Enggar sambil menunjuk kebelakang jalan. Sontak semuanya melihat kearah sana. Kecuali Rika, karena dia sibuk dengan game Snake Xenzia.

   "Itu..."

   Terpampang 300 meter dari bus, sebuah motor melaju dengan kecepatan tinggi, dan 2 orang yang menaikinya. Semua sontak terkejut dengan 2 orang itu.

   "...Fajar dan Nuansha!!" pekik semuanya.

   Fajar dan Nuansha menaiki motor yang terus melaju dengan cepat. 

   "Jar, hati-hati!" seru Nuansha. Saking cepatnya, dia memeluk pinggang Fajar karena takut jatuh.

   "Hah!? Aku tak dengar!?" seru Fajar. Tentu saja itu disengaja.

   Tiba-tiba sebuah kembang api meluncur tepat diatas bus. Fajar dan Nuansha melihatnya.

   "Si Enggar" ujar Fajar "Itu kelompok kita" lanjutnya sambil menurunkan kecepatan motornya.

   "Benarkah?" tanya Nuansha. Fajar tidak menjawab sambil fokus pada motornya.

   "Syukurlah mereka berdua selamat" ujar Najwa.

   Motor Fajar dan Nuansha akhirnya tiba didekat bus. Terdapat 3 zombie didekatnya. Fajar menebasnya dengan golok sedangkan Nuansha menghempaskan 2 zombie dengan garpu tamannya.

   Raihan langsung bergegas membuka pintu bus dibelakang. "Cepat masuk!"

   Fajar dan Nuansha segera masuk kedalam. Tapi saat Nuansha masuk kedalam bus, zombie diluar tiba-tiba menarik bajunya. Sontak semua yang ada didalam panik.

   "DOR!"

   Nuansha yang menutup mata, mengira dia akan mati, membuka matanya saat mendengar suara tembakan. Dilihatnya Fajar dengan Ithaca-nya yang moncongnya berasap. Rupanya dia menembak zombie yang menarik Nuansha. 

   "Terima kasih Fajar" Nuansha segera bangkit dan menendang bangkai zombie dipintu bus. Raihan segera menutup pintu bus.

   "Jalan Galih!" seru Fitria. Dan tanpa diulangi lagi Galih menginjak gas, bus melaju dengan cepat.

   "Choki, dimana Choki!?" tanya Fajar.

   "Disini, ada apa?" tanyannya.

   "Tolong obati lengan Nuansha. Jangan khawatir ini bukan gigitan, tapi terluka karena benda tajam saat ledakan tadi" ujar Fajar. Choki langsung mendekati Nuansha, membuka balutan dasi dan tisu pada lukanya dna memeriksanya.

   "Ya kau benar, ini bukan luka gigitan" Choki dengan sigap langsung membersihkan lukanya dan mengobati lengan Nuansha.

   "Oh ya ngomong-ngomong, kenapa kau hanya memakai kaos saja?" tanya Fitria menyelidik. Sontak Fajar dan Nuansha memerah mukanya.

   "Bukan apa-apa" ujar Fajar.

   "Penolakan yang tegas" ujar Diaz yang entah sejak kapan sudah memakai ikat kepala bertuliskan 'Detektif'.

   "Mencurigakan...mencurigakan!" ujar Najwa yang sama seperti Diaz.

   "Jangan-jangan...." ucapan Fitria terputus.

   "SEKS TERLARANG!!" pekik mereka bertiga, bahkan Choki yang sudah selesai mengobati Nuansha ikut-ikutan.

   "Bukan begitu geblek!!" seru Fajar dan Nuansha.

   "Mereka kompak sekali!" pekik mereka berempat.

   Sedangkan diatap bus, Ardhika dan Febri mendengar ribut-ribut dibawah.

   "Ada apa disana?" tanya Febri.

   "Meneketehe" jawab Ardhika seenak jidat.

   Dan akhirnya kelompok mereka bergabung kembali dan melanjutkan perjalanan.


   Dan juga sudah memasuki hari kelima



TO BE CONTINUED

   

   

   

   

Tuesday 19 April 2016

Z Junior Highschool (Part 21).


   Selamat malam dan selamat hujan-hujanan!! Brrrr...!! :v

   Nggak yakin bisa selesai malam ini, tapi biarkan saja~ aku tak mengapa~ (eh kok malah nyanyi). Oh ya, sudut pandangnya berubah, bukan sebagai Ardhika lagi.

   Oke lanjut saja.


  
SELAMAT MEMBACA


   "DUUUUUAAAAAAAAAAARRRRGGGHHHHHHHH..............!!!!!!!!!!!!!!!!!"

   Suara ledakan terdengar kearah penjuru arah, kemudian disusul oleh ledakan kedua yang disebabkan oleh bus yang terbakar.

   "DUUUAAAAAAAAARRRRRGGGHHHH...........!!!!!!!!!!!!"

   Angin hasil ledakan dan getaran yang ditimbulkan membuat kami sempat terpental beberapa meter. Bahkan Fitria, Najwa, Choki, dan Niam terjatuh. Beberapa benda seperti besi dll telempar oleh ledakan dan jatuh kepenjuru arah.

   "Awas!" peringat Febri yang masih mengendong Agung yang masih pingsan.

   "BRUK" "BRUK" "BRUK" "BRUK"

   Suara benda yang berjatuhan dimana-mana terdengar. Semuanya berusaha menghindar dari bahaya. Tapi sayang, karena terlambat menyelamatkan diri, Niam terhantam sebuah benda yang sepertinya komponen mesin bus dikepalanya. Niam tewas seketika.

   "Niam!" pekik Diaz. Semuanya terkejut. Ardhika dan Raihan menghampiri jasad Niam.

   "Dia langsung tewas. Mengerikan" ujar Raihan "Maaf, terima kasih atas bantuanmu selama ini" ujar Ardhika sambil mengambil tas dan senjata Niam, kemudian memberi hormat kepada jasad Niam. Raihan melakukan hal yang sama.

   "Kalian berdua, awas!" peringat Choki saat benda-benda dari ledakan mulai berjatuhan lagi.

   Ardhika dan Raihan segera menyingkir dari sana, dan mereka ber-tigabelas lari dari sana.

   "Sepertinya sudah aman" ujar Fitria.

   "Bau apa ini?" tanya Enggar sambil menutup hidungnya.

   "Bau ini....bau bensin" ujar Najwa. Ardhika tampak bingung, dia mencari Ubadi yang baru dikenalnya. Tapi dia tidak menemuinya.

   "Oh iya, kakak Fajar sama kakak Nuansha mana?" tanya Rika yang menyadari tidak ada Fajar dan Nuansha. Semua yang mendengar perkataan Rika juga menyadarinya.

   "Benar juga, jangan-jangan mereka..." terka Galih.

   "Tadi sekilas aku lihat mereka berdua ada disisi lain SPBU, jika mereka melarikan diri dari ledakan itu, mereka pasti menuju kearah hutan itu" ujar Raihan sambil menunjuk hutan diluar jalan tol.

   "groo...oo...uu..."

   Semuanya memasang mode siaga. Karena ledakan itu, semua zombie diarea ini terpancing kearah SPBU.

   "Bagaimana ini?" tanya Diaz.

   "Tak ada pilihan lain, kita terobos paksa. Malam juga semakin larut" ujar Taufik.

   "Tapi kak Nuansha dan kak Fajar..." ujar Rika hampir terisak. Fitria menenangkannya.

   "Tak usah khawatir" ujar Taufik ikut menenangkan Rika "Bila mereka berdua selamat, pasti mereka akan menuju kearah yang sama. Nanti kita akan bertemu kembali di tol Bitung ya"

   Rika sedikit terisak sebelum akhirnya mengangguk.

   "Baiklah, ayo!!"


.     .     .     .     .  


   Disebuah hutan, tak jauh dari ledakan. 2 orang tergeletak ditanah dengan 1 orang tak jauh dari mereka berdua. Mereka adalah Fajar, Nuansha, dan pemimpin perampok yang tadi mereka lawan.

   "Ukh...dimana..." sepertinya Fajar tersadar dari pingsannya. Pertama dia melihat kesekelilingnya, pandangannya menangkap sosok Nuansha disampingnya dan pemimpin perampok yang tak jauh dari mereka.

   "Apa yang terjadi?" Fajar mengingat-ingat. Kemudian dia ingat, dia bertarung dengan pemimpin perampok, Nuansha yang menyelamatkannya, dan SPBU yang tiba-tiba terbakar dan meledak.

   "Sssh...sakitnya....."

   Fajar menengok kearah suara. Nuansha sudah tersadar dari pingsannya.

   "Uh...Oh Fajar, apa yang terjadi?" tanya Nuansha saat melihat Fajar.

   "Kau melupakannya?" Fajar balik bertanya.

   Nuansha tampak berpikir, sebelum akhirnya mengingat apa yang terjadi tadi.

   "Oh iya, kita tadi berlari dari ledakan SPBU itu! Dan juga pemimpin perampok itu...." Nuansha melihat kearah sosok pemimpin itu, begitu juga Fajar.

   Fajar mendatangi tubuh itu. Untung dia hanya sakit ditubuh saja dan beberapa luka kecil. Dia mencoba membangunkannya. Keadaan pemimpin perampok itu sangat acak-acakan, dikepalanya terdapat luka seperti terkena benturan. Fajar yang tak mendapat respon memeriksa denyut nadinya.

   "Dia sudah meninggal" ujar Fajar datar tanpa menoleh. Sedangkan Nuansha menutup mulutnya tak percaya. Dalam 2 hari ini dia selalu melihat kematian orang, tentu saja membuat dia terguncang.

   "Ayo pergi, kita susul yang lain" ujar Fajar sambil meraih Ithaca-nya yang terlepas dari bahunya. Nuansha hanya menurut dan mencoba berdiri dengan bantuan kedua tangan, tapi tiba-tiba dia meringis kesakitan.

   "Adaaaw..!! Ish...sakitnya!" keluh Nuansha.

   "Ada apa?" tanya Fajar mendengar ringisan Nuansha.

   Nuansha kaget mendengar Fajar "Eh...anu...tanganku cuma terkilir mungkin..."

   Fajar menghampiri Nuansha "Mana, coba ku..." ucapan Fajar terputus saat melihat lengan Nuansha. Lengannya banyak mengeluarkan darah, mungkin terkena apa saat terpental saat ledakan terjadi.

   "Hey! Kau nggak nyadar lenganmu terluka!?" ujar Fajar panik.

   Nuansha yang mendengarnya langsunng mengarahkan pandangannya kelengannya. Matanya terbelalak.

   "Ah iya, pantas sakit dan perih ya, hahahahaha" ujar Nuansha sambil tertawa untuk mencairkan suasana, tapi Fajar tidak menanggapinya. Dia mengambil tisu dari tasnya dan melapisi luka Nuansha dengan tisu untuk menghentikan pendarahannya (dia nggak bawa betadine). Kemudian untuk mengeratkannya, dia melepas dasinya dan mengikat dilengan Nuansha sebagai pelapis tisu.

   "Dah, semoga ini bisa membantu. Nanti saat kita bertemu semuanya, mintalah Choki untuk memeriksanya" ujar Fajar "Ayo, kau masih bisa jalan kan?" tanyanya.

   Nuansha mencoba berdiri dengan bantuan Fajar "Masih kok" jawabnya, dia hendak mengambil PINDAD SS2 Assault Riffle-nya, tapi ternyata senapan itu sudah hancur, mungkin karena terbanting. Mereka hendak kembali ke SPBU tapi diurungkan saat melihat kobaran api yang membakar seluruh area SPBU, bahkan sampai kesekitarnya.

   "Ini buruk. Fajar, bagaimana kita lewat?" tanya Nuansha.

   "Kita lewat jalan lain" ujar Fajar. Tapi baru selangkah mereka berjalan, terdengar suara yang mencekam dan membekukan darah.

   "groo...oouu...uu...."

   Fajar dan Nuansha memasang mode siaga. Fajar menyalakan senter karena dihutan sangat gelap. Terpampanglah zombie berjumlah 10-15 mengarah kearah mereka berdua.

   "Kita harus lari" ujar Fajar. Mereka berdua berlari, menyusuri hutan dengan bermodalkan sebuah senter.

   "Fajar. aku melihat sekumpulan cahaya. Sepertinya disana adalah perumahan penduduk" ujar Nuansha.

   "Kerja bagus" Fajar dan Nuansha segera berlari kearah sana. Alasan kenapa Fajar memilih pergi kesana karena mereka berdua harus keluar dari hutan yang cukup berbahaya dan gelap. Dan disana walaupun resiko bertemu zombienya lebih besar, tapi lebih mudah karena penerangan yang membantu mereka (mungkin masih ada yang ingat insiden padamnya listrik diplaza. Itu hanya terjadi dikawasan Balaraja). Juga ada kemungkinan disana ada jalan untuk kembali ke jalan tol.

   Fajar dan Nuansha akhirnya keluar dari hutan, mereka memasuki kawasan kebun. Rupanya mereka sampai di halaman belakang sebuah rumah. Fajar melihat ada sebuah rumah pohon di sebuah pohon besar.

   "Nuansha, kita akan naik kesana. Ada rumah pohon disana" ujar Fajar, yang disambut anggukan Nuansha. Mereka menuju kesana.

   "Kau duluan" ujar Fajar sesampainya disana. Nuansha menaiki tangga dengan sedikit hati-hati, karena dia hanya menggunakan satu tangan. Sesampainya Nuansha diatas, Fajar hendak naik, tapi tiba-tiba dari arah kebun 2 zombie melintas. Tapi untungnya zombie itu berjalan lurus kehutan, sepertinya kearah sumber ledakan. Karena ledakan di SPBU, pasti zombie disekitar SPBU terpancing kesana. Fajar akhirnya sampai diatas.

   "Akhirnya!" ujar Fajar, kemudian duudk sambil merenggangkan tubuhnya.

   "Jar, sampai kapan kita disini?" tanya Nuansha.

   Fajar menoleh "Sampai esok pagi. terlalu berbahaya berjalan saat malam begini. Tidurlah dahulu" jawab Fajar. Nuansha hanya mengangguk, kemudian mengeluarkan snak dari tasnya.

   "Makan dulu, walaupun tidak membuatmu kenyang, tapi tak apa untuk mengisi perut" ujar Nuansha. Sedangkan Fajar yang melihatnya hanya cengo. Disaat mereka dirampok, masih sempatnya dia memasukkan snak dan cemilan kedalam tasnya. Mereka berdua makan bersama-sama, walau Fajar hanya makan 5 suap, sisanya Nuansha (ebusyet rakus amat nih cewek :v).

   "Baiklah, sekarang lebih baik kau tidur" ujar Fajar.

   "Kamu sendiri?" tanya Nuansha.

   "Aku akan berjaga sebentar, kemudian baru tidur" jawab Fajar. Nuansha hanya menurut dan berangkat tidur.

   Detik, menit, dan jam berlalu. Fajar belum juga merasa ngantuk.

   "Ya ampun, dinginnya" keluh Fajar.

   "Ya, dingin sekali malam ini"

   Fajar terkejut, dia menengok kebelakang. Nuansha membalas tatapannya dengan senyum.

   "Kau belum tidur?" tanya Fajar.

   "Habis gimana, dingin seperti ini, brrrr..." ujar Nuansha sambil meringkuk. Menyesal saat diplaza dia tidak membawa jaket.

   Tiba-tiba Nuansha merasa ada yang menyelimutinya. Saat Nuansha melihatnya, ternyata adalah seragam Fajar. Fajar sendiri sekarang hanya memakai kaos oblong yang sudah dipakai sebelum memakai seragam.

   "Nggak terlalu membantu sih, tapi aku cuma membantu" ujar Fajar tanpa menatap Nuansha, sednagkan Nuansha yang melihatnya hanya tertawa kecil.

   "Nggak apa-apa, lagi pula bukannya kau sendiri nambah kedinginan?" tanya Nuansha khawatir.

   "Aku? Nggak usah khawatir, aku malah merasa panas sekarang" ujar Fajar. Ya panas, karena kini dia sadar dia bersama Nuansha hanya berdua. Sekarang mereka berdua berdempetan untuk menghangatkan diri sambil bersandar pada dinding rumah pohon, membuat muka Fajar semakin panas.

   "Ne, Fajar..." panggil Nuansha.

   "Apa?" jawab Fajar.

   "Dari sekolah kau belum mandi sama sekali?" tanya Nuansha.

   Jleb! Terasa ada pisau tak terlihat menusuk hati Fajar. Mukanya langsung merah padam.

   "Ya-iya..." jawab Fajar gugup.

   "Hahahaha! Kau lucu sekali!" ujar Nuansha sambil tertawa. Sadar Nuansha hanya menggoda dirinya, Fajar hanya mengepalkan tangannya.

   "Sudah, cepat tidur"


TO BE CONTINUED

   

   

   

Monday 11 April 2016

Z Junior Highschool Part 20

   Aku, Fajar, dan Raihan turun dari bus. Kami langsung disambut oleh orang-orang yang bertampang galak, liar, ganas, tapi bego semua. Jumlah mereka sekitar 9-10 orang, mayoritas bersenjata. Sepertinya mereka kelompok perampok yang merampok apa saja dari orang-orang yang lewat disini. Wajar saja sih, saat kehancuran dunia seperti ini, krisis ada dimana-mana, sehingga orang-orang memilih merampok.

   "Hey kalian semua!! Kami kelompok perampok Evil Boy yang paling ditakuti, baik manusia maupun zombie!!" seru salah satu dari mereka, sepertinya pemimpinnya.

   "Oh jadi begitu, tapi kami nggak nanya" ujar Fajar.

   Hening sejenak.

   "Pffft..!!"

   "Ngapain lu ketawa!?" bentak pemimpin perampok itu keteman dibelakangnya.

   "Hahaha, habis dia ada benarnya juga.."

   "Berhenti tertawa atau kubunuh kau!" ancam pemimpin itu sambil menodongkan pistol. Orang itu langsung menghentikan tawanya.

   "Apa mau kalian?" tanyaku.

   "Kalian ingin mengisi bensin bukan? Berikan perbekalan, senjata, obat-obatan, dan yang lainnya kalau ingin lewat. Tapi kalau tidak, kalian tidak bisa melewati kami" ujar pemimpin itu.

   Fajar mendengus "Bodo amat, Galih jalankan bus-nya!" seru Fajar. Tapi tak terdengar jawaban. Raihan yang curiga masuk kedalam bus dan melihat bus telah diambil alih, dan semuanya telah berada diluar.

    "Hehehe, cepat berikan atau mobil ini takkan kami berikan" ujar salah satu dari mereka. Sebenanya mereka bisa merebut senjata kami, perbekalan, dll. Tapi entah kenapa mereka malah membiarkan kami semua memegang senjata, bodo ah.

   "Jangan kasar sama cewek!" Diaz memukulkan 'anu' salah satu dari mereka dengan tongkat. Alhasil orang yang dipukul meringis kesakitan.

   "Biarkan kami lewat..." semua dari kami sudah bersiap dengan senjatanya. Fajar dengan Ithaca-nya yang bahkan jarang digunakan. Aku menarik 2 katana sekaligus. Raihan sudah siap menembak dengan SS2-V5. Enggar sudah siap dari tadi dengan M14-EBR. Nuansha, Fitria, Taufik, dan Galih bersiap dengan senapan masing-masing (Galih memakai PINDAD PM-V2 bekas punya Yusuf. Enggar sudah mengajarinya). Apalagi Taufik yang sudah girang karena akan menggunakan AK-47. Diaz dengan tongkatnya. Agung dengan katana-nya. Niam dengan wakizashi-nya. Najwa dengan kelewang-nya. Dan Choki yang tebar pesona (nih anak gunanya apa sih!?). Sedangkan Rika berlindung dibalik Nuansha.

   "Woi bos, gimana nih?" tanya salah satu dari mereka.

   "Gua juga nggak tahu. Gua nggak tahu kalau ternyata sebagian dari mereka juga bersenjata api" bisik pemimpin dari mereka. Tapi tiba-tiba...

   "gro..oouu...uu..."

   Tiba-tiba zombie sudah mengepung kami semua. Karena terlalu sibuk dengan perampok itu, kami melupakan zombie itu.

   "DOOR!!"

   Satu zombie mati, Taufik menembaknya dengan AK-47. Berhubung dia tidak memakai peredam suara, jadi suara tembakannya sangat keras.

   "Bodoh! Kenapa kau menembaknya!?" seru Choki.

   "Maaf, jariku terpeleset" ujar Taufik.

   "Tapi sekarang 'mereka' banyak sekali" ujar Niam.

   Saat aku akan berbalik, tiba-tiba salah satu dari mereka menyerangku dengan pedang rapier*. Aku spontan langsung menangkisnya dengan katana-ku.

   "Urusanmu dengan kami belum selesai" ujar orang itu.

   "Tch"

   Sedangkan zombie disekitar kami makin banyak.

   "Kalian, ambil apapun yang ada dibus!" seru pemimpin perampok. Disaat seperti ini masih saja mereka melanjutkan niatnya.

   "Takkan ku biarkan"

   "Takkan ku biarkan"

   Para bawahan perampok itu berhenti takkala Diaz dan Niam melindungi pintu bus.

   "Bagus Diaz, Niam. Tahan mereka" ujar Fajar.

   "DOR"

   "DOR"

   "Syat.."

   "Crasshh.."

   Yang lain bertarung melawan zombie-zombie yang makin bertambah. Sedangkan aku berkutat dengan pengguna pedang rapier, sedangkan Fajar bertarung dengan pemimpin perampok sebagai sesama pengguna golok.

   "Trang!"

   Aku agak kesulitan melawan pengguna pedang rapier. Pedang rapier memang didesain untuk kecepatan, bukan kekuatan. Katana-ku terpental jauh terkena serangan dia. Tinggal katana Adam yang ditanganku.

   "Ayo kita bertarung dengan satu pedang" ujarnya.

   Kami berdua melesat maju dan beradu pedang satu sama lain. Aku mengarahkan pedangku keatas, supaya pedang dia terlepas tapi tak berhasil. Dia mengayunkan pedang rapier-nya kearah samping, aku menahannya dengan katanaku. Kemudian dia mengayunkan pedangnya dengan cara memutarkan pedang rapier kearah atas agak menyerong supaya terkena kepalaku. Tapi aku menghindar kekanan sambil menunduk. Tak menyia-nyiakan kesempatan, aku menusukkan katana-ku kearahnya. Karena pertahanannya melambat, jadi dia menggunakan tangannya untuk melindungi dadanya. Tapi aku menghentikan seranganku.

   "Eh!?" dia kebingungan.

   "Semenjak aku menggunakan pedang ini untuk melawan zombie, pedang ini sudah berbahaya. Karena sering terkena darah zombie, pasti ada virus yang melekat disana walaupun kubersihkan dengan tisu. Bila aku benar-benar menusukkan padamu, cepat atau lambat kau pasti juga akan berubah menjadi zombie" ujarku, sementara dia hanya diam. Mukanya pucat pasi dan berkeringat.

   Aku memundurkan langkahku "Sudah akhiri saja pertarungan ini. Kalau kau mau, kau bisa bergabung dengan kami" ujarku sambil mengulurkan tanganku. Dia hanya tersenyum sambil menyambut tanganku.

   "Namaku Ardhika Dharmawangsa"

   "Aku Ahmad Ubadi"


   Sementara ditempat Fajar...


   Fajar masih bertarung dengan pemimpin perampok. Berhubung golok itu senjata yang lumayan berat, jadi pertarungan mereka agak merepotkan.

   "Sampai kapan kau terus menyerangku?" ujar Fajar sambil menahan serangan golok.

   "Sampai aku puas" ujar pemimpin itu sambil menebaskan golok-nya kearah Fajar. Fajar melompat kebelakang. Tapi sepertinya dia tidak memberi kesempatan bagi Fajar untuk bernapas, karena sedetik kemudian dia menghunuskan golok-nya kearah Fajar.

   "DOR!"

   "Argh!"

   Nuansha yang menyadari bahaya yang mengancam Fajar melepaskan tembakannya, dan entah kenapa bisa apakah Nuansha mempunyai mata yang tajam, pelurunya mengenai tepat ditangan pemimpin perampok itu sehingga goloknya jatuh dan dia meringis kesakitan.

   "Kau!!" geram pemimpin perampok itu, dia bergegas mengambil goloknya dengan tangan kiri. Tapi dengan cepat Nuansha menodongkan mulut senapan kearah kepala pemimpin perampok itu.

   "Ambil satu gerakan, dan kau hanya menjadi sebuah jasad" ancam Nuansha sedangkan pemimpin perampok itu menghentikan gerakannya.

 
   Sedangkan itu...


   "Pekerjaan selesai"

   Diaz hanya mengayunkan tongkatnya, didepannya semua bawahan perampok ambruk tak berdaya.

   "Kak Diaz terlalu berlebihan" ujar Niam.

   "Biarin" ujar Diaz sambil mengedipkan sebelah matanya. Tapi tiba-tiba sesosok zombie sudah ada dibelakangnya.

   "Kak Diaz awas!!"

   "DOR!"

   Zombie itu langsung mati. Galih menembaknya.

   "Kak Galih, makasih" ujar Diaz.

   "Ya, kalian tetaplah waspada" ujar Galih yang saat itu bersama Rika yang bersenjatakan sebuah teflon (darimana dapatnya!?). Sedangkan disudut lain, Agung, Febri, Fitria, dan Taufik terjebak diantara kerumunan zombie.

   "Bagaimana ini?" Taufik terus melepaskan tembakannya, karena panik beberapa tembakannya meleset.

   "Tak ada jalan lain" Fitria terus menembaki zombie didepannya "Sial peluruku habis".

   "Kalau begini terus kita bisa mati" ujar Febri, dia sedangkan berusaha menarik kapaknya yang menancap dikepala zombie.

   Sedangkan Agung hanya terduduk lemas, katana-nya ada dibus. Tiba-tiba mereka melihat satu zombie yang rambutnya terbakar.

   "Hey lihat, rambutnya terbakar" ujar Taufik.

   "Kalau situasinya beda, mungkin aku sudah tertawa" ujar Fitria.

   Sedangkan Agung hanya diam, dia merasakan aneh dengan api itu.

   'Api....oh api ya? Bukannya api panas? Panas...panas...'

   "Akhirnya" Febri berhasil menarik kapaknya dari kepala zombie dan langsung menebaskannya kearah zombie-zombie itu.

   "Aku tak bisa menembak lagi" ujar Fitria. Sekarang hanya Taufik dan Febri yang bertarung.

   'Panas...panas...Pasti rambutnya panas karena terbakar....Terbakar.....bakar....'

   Tiba-tiba Agung membelalak sambil berteriak.

   "TERBAKARLAH!!"

   Api yang membakar rambut zombie itu tiba-tiba membesar, menjulur ke segala arah. Febri yang melihat itu mundur selangkah.

   "Hey, ada apa ini?" tanya Febri bingung, sedangkan Agung langsung jatuh pingsan.

   "Agung!" pekik Fitria.

   "Sebenarnya ada apa ini?" tanya Fitria.

   "Kita pikirkan nanti, sekarang kita harus keluar dari sini. Febri, angkat Agung" Taufik memberikan intruksi. Beberapa zombie yang terbakar jatuh satu persatu.

   "Lewat sana" ujar Fitria saat melihat jalan. Tapi celaka, apinya ternyata menjalar kearah SPBU. Beberapa dari kami juga yang melihatnya hanya berpikir satu hal, begitu juga denganku.

   "SEMUA LARILAH!!!"

   Tanpa diulang 2 kali, semuanya lari menjauh dari SPBU. Beberapa perampok juga ikut berlari.

   Sedangkan Fajar dan Nuansha melihatnya juga.

   "Jar! SPBU-nya terbakar!" seru Nuansha.

   "Cepatlah ayo lari" ujar Fajar. Mereka berdua lari, begitu juga dengan pemimpin perampok. Karena mereka bertiga ada disisi lain SPBU, jadi mereka tak punya piliha lain selain lari keluar dari jalan tol menuju hutan.

   3,

  "Cepatlah!"

   2,

   "Ayo!"

   1,

   "DUUUUUUAAAAAAAAAAAAARRRRRRRRR.....!!!!!!!!!!!!!!!!"



TO BE CONTINUED

 
 

Wednesday 6 April 2016

Z Junior Highschool Part 19

   "Cepat masuk"

   "Febri..!!"


Z Junior Highschool Part 19

Happy Reading :D


   "Terkejut? Kita tak punya banyak waktu lagi, cepat masuk. Mengagumiku nanti saja" ujar Febri.

   'Siapa juga yang mau mengagumimu!?' batin semua orang disana.

   "Baiklah, ayo cepat!" seru Fajar. Semua satu persatu masuk kedalam bus.

   "Ayo jalan Galih!!" seru Febri sembari menutup kembali pintu bus saat semuanya sudah masuk kedalam.

   "Let's go!" Galih segera menginjak gas, dan bus melaju dengan cepat.

   "Untunglah kita semua selamat" ujar Fitria sambil duduk.

   "Dan untung juga ada kami semua"

   Aku melihat kesekeliling. Febri, Diaz, Najwa, Niam, Taufik, Choki, dan satu orang yang belum kukenal yang mengendarai bus.

   "Halo-halo! Wah ternyata Raihan dan Nuansha juga ikut. Bagaimana bisa?" tanya Diaz.

   "Beberapa saat setelah kalian pergi zombie-zombie itu memasuki sekolah. Aku, Nuansha, Adam, Yunita, dan Yusuf bersembunyi dilab komputer, sampai Fajar dkk tiba. Kemudian kami bergabung dengan Fajar, Ardhi, Fitria, Rangga, dan Enggar" jelas Raihan.

   "Oh, wah keberuntungan yang sangat bagus bagi kita. Ya Febri!" ujar Taufik sambil memukul kepala Febri.

   "Tidak tahu, dan jangan memukulku bodoh!" dan mereka berdua saling pukul.

   "Abaikan mereka berdua, sini aku obati" ujar Choki sambil menghampiri yang terluka.

   "Terima kasih, ngomong-ngomong orang yang mengendarai bus itu siapa?" tanya Enggar.

   "Oh dia? Dia Galih, dan sepertinya Diaz menyukainya..." bisik Najwa, tanpa disadari Diaz mendengarnya. Dia segera membekap mulut Najwa.

   "Ssst...!!"

   Aku hampir lupa dengan keberadaan anak yang menunjukkan kami pintu keluar. Aku menarik tangannya "Oh ya, perkenalkan ini Diaz, Taufik, Febri, anak kayak cewek ini Choki, Najwa, dan sopir itu Galih".

   "Siapa yang kau panggil sopir?" ujar Galih. Ups, sepertinya dia dengar.

   "Salam kenal" ujar Najwa.

   "Dan dia..." aku tak melanjutkan kalimatku "Eh, namamu siapa ya?" bisikku, sedangkan anak itu hanya sweetdrop.

   "Baiklah, namaku Agung Supriyanto, 16 tahun, kelas IX B di SMP Negeri 02 Balaraja. Aku sedang berlatih tae kwondo saat wabah zombie terjadi" ujar anak yang diketahui Agung memperkenalkan diri.

   'Jujur, tidak ada yang menanyai umur, kelas, sekolah, dan kau dimana saat wabah zombie terjadi' batin semua. Tapi tak ada yang berani mengungkapkannya, takut Agung sakit hati.

   "Baiklah, apa kalian berencana ke Alun-alun Kota Tanggerang?" tanya Fajar.

   "Tentu saja, dan apa apaan senapan itu. Aku juga harus punya" ujar Taufik setelah 'adu pukul' dengan Febri.

   Tiba-tiba bus berhenti ditengah jalan.

   "Hey kalian! Kesini sebentar" seru Galih dari kursi sopir. Hanya Fajar dan Taufik yang kesana.

   "Oh ya kalian semua, apa kalian lapar? Kami punya perbekalan disini" ujar Niam.

   "Benarkah? Rika sangat lapar" semua yang mendengarnya sontak tertawa.

   "Benar juga, saat kita mengabungkan perbekalan yang ini dengan milik kita..." semua terdiam sesaat.

   "KITA PUNYA BANYAK PERBEKALAN UNTUK KITA SENDIRI~" semua wanita disana mengeluarkan senyum iblis. Sedangkan para lelaki diam-diam menjauhkan diri dan berbisik.

   "Sudah kubilang, wanita depannya anggun aslinya sangat kontras..." bisik Enggar.

   "Apa maksudnya dengan 'untuk kita sendiri'?" bisik Agung.

   "Apa-apaan dengan senyum itu" bisik Raihan.

   "Mereka semua sangat rakus..." bisikku.

   "Apa mereka monster?" bisik Niam

   "Dan juga, kenapa Choki ikut dengan mereka?" bisik Febri.

   "Eh~, kalian sedang membicarakan apa?"

   Semua lelaki disana berdigik.

   "Tidak, kami sedang membicarakan ukuran celana Spongebob. Yah!?" ujar Raihan sambil menyikut yang lain.

   "Ah..ya benar. Kami bingung ukuran celana Spongebob itu berapa." ujar Febri.

   Semua cewek melihat kami dengan tatapan curiga. Kami hanya bisa berdigik melihatnya.

   "Benarkah? Oh ya udah" dan bodohnya mereka percaya begitu saja, sehingga semua lelaki disana menghela napas lega.

   "Kak, bagaimana cara membukanya?" tanya Rika yang kesulitan dengan sebuah makanan kaleng.

   "Oh sini, makan dengan kakak saja ya" ujar Nuansha sambil menghampiri Rika dan duduk dikursi bus.

   "Dan anak itu?" tanya Niam.

   "Oh, Rika Alexandra, 7 tahun, kelas 3 sekolah dasar di SDN Cikande 3. Kami menolongnya saat dia terpojok dengan zombie disekolahnya" jelas Enggar.

   "Begitu ya. Dan juga katanya Yusuf, Adam, dan Yunita bersama kalian, kemana mereka? Rangga juga?" tanya Diaz. Kami semua tiba-tiba sedih mengingatnya. Terbunuhnya Rangga, aku yang terpaksa membunuh Adam, dan pengorbanan Yusuf dan Yunita untuk menyelamatkan kami semua.

   "Rangga dan Adam meninggal, dan Yusuf dan Yunita menjadi umpan untuk menyelamatkan kami semua, tapi aku tidak tahu bagaimana keadaan mereka berdua" jawab Fitria sedih.

   "Oh, maafkan aku, maafkan aku, maafkan aku" Diaz meminta maaf berkali-kali.

   "Sudahlah jangan berlarut-larut dalam kesedihan. Kita juga harus melangkah maju, hidup demi mereka yang sudah tiada" ujar Enggar.

   "Kau benar juga" ujar Fitria sambil tersenyum.Beberapa saat kemudian Fajar dan Taufik kembali, sedangkan bus kembali berjalan, tapi berbelok kearah gerbang tol.

   "Perhatian! Kita akan lewat jalan tol menuju Tanggerang. Selain lebih dekat, juga terlalu beresiko lewat jalan tadi karena kita akan lewat pasar yang notabene banyak orang, sedangkan bus ini tidak seperti jeep. Jadi persiapkan diri dan istirahatlah dengan cukup, makanlah bila perlu. Beberapa kam lagi kita akan melaksanakan sholat Ashar" ujar Fajar.

   "Baiklah aku mau makan dulu. Aku ingin makan Pop Mie, dimana termosnya?" tanyaku.

   "Aku ingin tidur, lelah sekali" ujar Agung.

   "Enggar, ajarkan aku gunakan AK-47" bujuk Taufik.

   "Baiklah-baiklah" ujar Enggar malas.


.     .     .     .     .


   20.04 WIB

   Setelah melaksanakan sholat Maghrib dan Isya didalam bus, kami hanya duduk dibus. Ada yang makan Pop Mie dan makanan kaleng, ada yang makan roti, ada yang ngemil (kok perasaan makan aja). Untung saja dijalan tol zombienya sedikit, jadi bus bisa melaju dengan santai.

   "Kak, Rika ngantuk"

   Nuansha tersadar dari lamunannya, kemudian mengeluarkan selimut dari tasnya dan menyelimuti Rika.

   "Baiklah, ayo tidur"

   Sedangkan dibangku laki-laki, Febri, Niam, Taufik, dan Agung sudah tertidur. Taufik sepertinya girang sekali saat tahu cara menggunakan AK-47, jadi dia memberikan kelewangnya ke Najwa. Oh ya, AK-47 itu ditemukan Galih bersama dengan sebuah tas berisi peluru yang lumayan banyak. Jadi persediaan peluru kami yang tadinya mulai menipis bertambah lagi. Sedangkan Agung kuberi sebuah katana yang ikut terbawa bersamaku (bukan katana Adam), dan Niam kuberi wakizashi yang dulunya milik Fitria. Fajar hanya melihat kearah jendela. Dia duduk dikursi depan, tepat didepan Nuansha dan Rika. Raihan sedang memakan Pop Mie, sedangkan aku hanya duduk sambil meminum Coca Cola (mereka mengambil banyak sekali).

   "Oh ya Fajar" ujar Nuansha.

   "Hm, ada apa?" tanya Fajar sambil bangkit menghampiri Nuansha. Tapi karena Galih tidak melihat atau apa, bus melindas tubuh zombie yang sudah mati, sehingga bus terlonjak sedikit (seperti saat melewati polisi tidur). Tanpa sengaja Fajar terdorong kearah Nuansha sehingga...

   "Eh!?" semua terkejut, bahkan Raihan dan Fitria membiarkan mie dimulutnya menggantung, dan Rika yang niatnya ingin tidur tiba-tiba terjaga. Sedangkan aku tersedak Coca Cola (sudah taukan sensasinya gimana).

   ...mereka berciuman.

   "Aaaaahhhh....!!!!" semua cewek disana ber-fangirling, bahkan Choki.

   "Oh..Ma-maaf, sungguh ini kecelakaan..." ujar Fajar berusaha untuk tenang.

   "Iya, a-aku..mengerti" Nuansha hanya merona dengan hebat.

   "Pfft, cie-cie kalian berdua..." ujar Diaz.

   "BUKAN, INI HANYA KECELAKAAN!!" seru mereka berdua.

   "Bahkan omongan mereka kompak" goda Fitria, tidak peduli dengan Pop Mie-nya yang tergeletak kasihan disana.

   "Sudah kubilang bukan begitu..." ujar Nuansha.

   "Be-benar, ini hanya kecelakaan" ujar Fajar.

   Tiba-tiba Galih berseru.

   "Dengar! Bensin disini mulai menipis, jadi kita akan mampir dipom bensin dekat sini. Siapa yang akan mengisi?" tanya Galih.

   "Aku" aku, Fajar, dan Raihan mengajukan diri.

   "Baiklah, tapi berhati-hatilah" ujar Galih.

   Tak lama kemudian, kami sampai dipemberhentian dimana ada pom bensinnya. Tapi saat kami tiba disana, tiba-tiba ada yang menghada bus dari depan. Sontak Galih mengerem.

   "Eh? Ada apa?" tanya Niam, Taufik, Febri, dan Agung yang terbangun.

   Aku melihat keluar, beberapa orang mulai mendekati bus. Mereka semua bukan zombie.


   Apa mau mereka?


TO BE CONTINUED

   

 




Sunday 3 April 2016

Reversed Soul Chapter 6



Sebelumnya:
"Assalamualaikum" salam mereka berlima, oh iya Asha dan Fandy sudah tukar posisi lagi seperti semula.
"Waalaikumsalam" balas ibunya Asha "Mau menjenguk Asha ya?" tanyanya lemah lembut.
"Ya, maaf kalau mengganggu" ujar Ella.
"Tidak apa-apa, tak usah khawatir Ella" ujar ibunya Asha...
.   .   .   .
"Kata dokter lukanya cukup parah, bahkan sampai harus melakukan operasi. Operasinya berhasil, tetapi dokter tak tahu kapan dia melewati masa kritisnya" ujar ibu Asha sedih sambil melihat tubuh Asha...
.   .   .   .
"Kau..tapi nggak mungkin..." ibu Asha menggelengkan kepala "Maaf, nama adek siapa?" tanya ibu Asha.
"Fandy, Muhammad Adi Fandy" jawab Fandy.
"Fandy..." ibu Asha tampak berpikir-pikir, seperti mengingat sesuatu yang dia lupakan.
"Ada apa bi?" tanya Ella.
"Eh!?" Ibu Asha menengok "Oh tidak apa-apa, cuma bibi seperti pernah melihat Fandy sebelumnya" ujar ibu Asha...
.   .   .   .
"Kau belum menjawab pertanyaanku, siapa orang yang kau suka?" ulang Asha.
Fandy terdiam beberapa saat "Tak-Tak tahu ah!!" ucap Fandy menghindar dari pertanyaan Asha...

REVERSED SOUL CHAPTER 6
Happy Reading :D

Hari kedelapan: Selesai.
Hari kesembilan...

"Croooooot...!!" Seperti biasa saat Fandy mandi, Asha pasti tidak bisa berhenti mimisan.
"Dasar, ternyata kau tertarik dengan tubuhku ya~" goda Fandy.
Muka Asha langsung memerah "Ti-tidak kok!" serunya sambil menutup matanya, tapi sia-sia. Karena apapun yang dilihat Fandy pasti dilihat Asha. Karena itu, Fandy terus sengaja melihat kearah *sensor* sehingga Asha terus mimisan.
"Dasar kau, cantik-cantik ternyata mesum" ujar Fandy kembali menyabuni dirinya.
"Tch, awas kau. Nanti ku rasuki tubuhmu" ancam Asha.

Selesai mandi.

Fandy sedang memakai baju. Karena hari ini bukan Asha yang mempersiapkan Fandy, jadi penampilan Fandy seperti biasa: Baju dikeluarkan, lengan digulung seperti siap berkelahi kapan saja, kerah berantakan.
"Kenapa kau suka sekali penampilan seperti ini, nanti tak ada gadis yang menyukaimu lho" ujar Asha.
Fandy tertegun mendengar ucapan Asha. Pikirannya kembali membawa masa lalunya.

Flashblack:
"Fandy, tau tidak?" ujar anak perempuan dihadapan Fandy, saat itu mereka bermain dihalaman TK.
"Apa?" tanya Fandy.
"Aku sangat menyukaimu, bagaimana denganmu?" tanya anak itu (njiir, masih tk udah ada yang suka. Lha gw, deketin cewek aja langsung dijauhi *pundung dipojokan).
"Aku juga" jawab Fandy bersemangat.
Flashback End.

"Jangan asal bicara, gini-gini aku juga populer tahu" elak Fandy.
"Populer sebagai murid bermasalah disekolah?" tanya Asha menyelidik.
Fandy terpojok "Tch".
Asha terdiam "Kau lebih bagus kalau memakai dasi tahu"
Fandy terdiam sejenak "Ah, lebih enak begini, leher nggak kecekik".
"Bajumu juga harusnya dimasukin"
"Kenapa?"
"Pake nanya lagi, biar lebih rapi"
Fandy terdiam sejenak, kemudian dia kedepan cermin. Fandy memasukkan bajunya kedalam celana.
"Bagaimana?" tanya Fandy.
Asha yang melihat penampilan Fandy tiba-tiba menahan tawanya. Bajunya sangat berantakan, kerutan baju yang dimasukkan paksa terlihat dimana-mana, garis kancingnya juga tak lurus dengan posisi celananya.
"Pfft!! Apa-apaan ini" Asha hanya mengeleng-gelengkan kepala sambil menahan tawa (bisa nggak nahan tawa sambil geleng-geleng kepala?).
"Terus gimana? Gini?" Fandy membetulkan bajunya.
"Hmm, lumayan rapilah. Nah sekarang coba pakai dasi" usul Asha.
Fandy terkejut "Jangan, sudah kubilang leherku nanti tercekik".
Asha terlihat curiga.
"Fandy..." Fandy berdigik saat mendengar suara Asha yang dipenuhi dengan kecurigaan.
"...jangan-jangan kau tidak tahu cara memakai dasi?"
Muka Fandy memerah. Mau mengaku, malu. Mau mengelak, percuma.
"I-iya" Fandy mengaku. Ternyata Fandy tak bisa memakai dasi pemirsa *tepuk tangan *dilemparin botol ama Fajar.
"Tch, merepotkan"
DEG
Tiba-tiba Asha dan Fandy bertukar tempat lagi. Kemudian Asha mengikatkan dasi dilehernya.
"Nah begini caranya Fandy, perhatikan baik-baik" ujar Asha sambil meperlihatkan cara memakai dasi, sedangkan Fandy yang didalam tubuh Fandy hanya mendengus.
"Nah selesai"
DEG
Mereka kembali keposisi semula.
"Nah gimana, lebih bagus kan kalau memakai dasi" ujar Asha. Fandy hanya diam sambil memeriksa dirinya dicermin.
"Oh, lumayan. Ternyata rasanya tidak seperti tercekik" ujar Fandy.
"Hah kamu ada-ada saja, kamu juga lebih tampan jika lebih rapi penampilannya" puji Asha.
Fandy sedikit merona mendengar ucapan Asha "Ma-masa"
"Hah~, ternyata kau yang paling gampang digoda"
Fandy tersadar dan menyadari Asha hanya menggoda dia.
"Tch, berisik!"

.     .     .     .     .

Disekolah
"Woi, Fandy! Kok lu sekarang berubah sih?" tanya temannya Fahmi saat membolos pelajaran bahasa inggris kepada Fandy. Tadinya Asha sudah mencegah tapi percuma, Fandy tak mendengarkan. Lagipula Asha tak bisa merasuki tubuh Fandy berkali-kali. Entah kenapa, tapi Asha hanya bisa merasuki Fandy 1 kali sehari, dan itu dirahasiakan dari Fandy (bisa bahaya donk :v).
"Apanya?" tanya Fandy.
"Lu jadi anak alim sekarang"
"Bangsat, dikiranya gua anak setan dulunya" dan semua teman bejad Fandy tertawa, sedangkan Asha hanya bisa menahan sampai semuanya selesai.
"Hey kalian!"
Semua anak-anak yang disana menghentika tawanya dan menengok keasal suara. Sang Guru BP dengan senjatanya sudah siap.
"Kalian semua! Apa yang kalian lakukan disini!!" tanya guru BP dengan aura mencekam, bahkan Asha sampai ketakutan. 
"Waduh, gawat nih. Kabur yuk!"
Semuanya berlari kabur dari amarah guru BP. Guru BP berniat mengejar, tapi tak masalah bila semuanya berlari kesatu arah. Ini berpencar, gimana caranya coba? Masa guru BP harus memakai jurus Kagebunshin dulu sih!?
"Hey kalian semua...!!"

.     .     .     .     .

Pulang sekolah
Saat ini Fandy sedang pulang sekolah dengan berjalan kaki dibawah terik matahari.
"Fandy, kenapa kau tidak naik angkot?" tanya Asha.
"Duit gua hilang saat gua kabur dari guru BP" jawab Fandy.
"Pfft, makanya jangan ngelawan guru" ujar Asha.
Fandy yang mendengarnya hanya mendengus dan terus berjalan. Sudah beberapa menit, tapi Fandy baru menghabiskan 1/3 jalan.
"Ne Fandy, apa tidak capek?" tanya Asha.
"Tentu saja, tapi mau bagaimana lagi" ujar Fandy. Tiba-tiba Fandy dihadang oleh 3 anak SMP lain dari depan. Fandy yang dihadang seperti itu hanya berhenti sambil mendengus.
"Lu mau apa!?" Bukannya menjawab, tapi 3 orang itu semakin mendekat. Kemudian dari belakang, 4 orang lagi menahan jalan Fandy. Dilihat dari penampilannya, sepertinya mereka juga anak murid bermasalah yang suka mencari masalah, tawuran, dan lain-lain seperti Fandy. Kebetulan juga jalan yang diambil Fandy adalah jalan gang yang sempit.
"Dy, mereka siapa?" tanya Asha cemas.
"Tidak tahu" jawab Fandy, tapi bukan dalam hati. Sehingga anak yang menghadang Fandy mendengarnya.
"Lu ngomong sama siapa? Dah bodo amat, kita disini mau balas dendam karena gara-gara kau, sekolah kami kalah tawuran denga sekolah babi kalian" ujar salah satu dari mereka.
"Balas dendam? Seperti cewek saja" ejek Fandy. Tiba-tiba sebuah tendangan mengarah kekepala Fandy. Tapi karena Fandy sudah terbiasa dengan perkelahian, ditambah dia pernah ikut karate, jadi sangat mudah bagi Fandy untuk menangkap kaki itu dan melemparkannya bersama pemiliknya kesudut jalan. Beberapa anak mundur selangkah.
"Kenapa? Apa kalian kira gua bisa dikalahkan dengan keroyokan? Cuih, dasar pengecut" Fandy melonggarkan dasinya. 
Dua anak langsung maju menerjang Fandy. Fandy mundur, kemudian menarik anak yang dibelakang sebagai tameng, alhasil anak itu terkena tonjokan yang harusnya diarahkan ke Fandy. Kemudian saat anak yang satu lagi masih tertegun, Fandy sudah muncul dibelakang, menggaet tanggannya, dan memelintirnya sehingga anak itu berteriak kesakitan. Tapi tanpa disadari, dua orang sudah dibelakang Fandy dan menahan Fandy, sehingga Fandy tak bisa bergerak.
"Nah, mampus lu. Siap-siap lu terima pukulan gua" satu anak didepan Fandy langsung melayangkan tonjokan kearah perut Fandy.
"BUUKH!!" Fandy yang menerima tonjokan yang keras langsung teriak kesakitan.
"AAAARRGHHH...!!!"
"AAAARRGHHH...!!!" 
Fandy terkejut disela-sela rasa sakitnya. Dia mendengar dua teriakan. Satunya berasal dari dirinya, satu lagi? Teriakan seperti suara perempuan. 'Jangan-jangan' pikir Fandy.
"Asha!"
Tanpa disadari Fandy bisa melihat kealam bawah sadarnya tanpa menutup mata. Disana terlihat jiwa Asha yang terkulai lemas.
"Asha, bagaimana bisa..."
"Maaf, Fa..Fandy" ucap Asha terbata-bata "A..aku tak per..pernah memberi..tahumu".
Fandy menunggu Asha bicara, walaupun sepertinya berbicara beberapa kata saja sudah sangat berat baginya.
"Hah...seperti yang terjadi saat ini, kau ha..harusnya sudah menyadari. Sa..sama seper..ti apa yang kau li..hat aku juga me..melihatnya, apa yang kau rasa..kan ju..ga aku rasakan...".
Fandy terkejut mendengarnya. Tapi waktu seperti tak memberi Fandy waktu untuk memikirkan perkataan Asha, tonjokan kedua menyusul kearah perutnya.
"BUUKH!!" kali ini Fandy sampai memuntahkan darah, begitu juga Asha yang sangat kesakitan, apalagi dia perempuan.
"Maaf Asha, ini semua salahku" ujar Fandy. Asha mengelengkan kepala "Tidak, ini bukan salahmu. Mungkin karena kau terlalu ceroboh" ujar Asha.
Fandy sekarang memikirkan bagaimana cara agar dia bisa terbebas dari situasi ini. Tapi belum Fandy selesai berpikir, anak didepan Fandy siap melayangkan tonjokan ketiga.
"Rasakan ini!" seru anak itu.
"Sial!".

TO BE CONTINUED