Saturday 27 February 2016

Reversed Soul Prolog



   "Hiks...hiks..."

   "Waa, lihat dia. Dia menangis!"

   "Iya benar. Hahahaha..!!"

   "Cuma begini saja nangis. Coba lihat ini" ujar seorang anak laki-laki sambil terus menginjak sebuah boneka beruang yang sudah berlumuran lumpur.

   "Hiks...Jangan...Kumohon...hiks" seorang anak perempuan yang merunduk disana hanya bisa menangis.


   "Hahaha, dasar cengeng"

   "Hahaha, cengeng-cengeng, cengeng-cengeng" dua anak lelaki disamping anak yang satu lagi terus mengejek anak perempuan itu.

   Anak perempuan yang melihat itu hanya bisa terisak pelan. Tangis nya sudah agak reda tapi dia tetap saja sedih.

   "Nah, sekarang ap..."

   "BUAGH..!!"

   Tiba-tiba anak yang menginjak boneka beruang tadi terpental ke samping dengan cukup jauh. Dua anak yang belum selesai terbengong bengong melihat teman (baca: bos)-nya tiba-tiba juga terpental dari tempat nya.

   "Brengsek, dasar banci kalian semua!"

   Anak perempuan itu berhenti terisak dan membuka mata sambil mendongak ke atas. Seorang anak dengan memakai baju kaos bergambar beruang berdiri didepannya.

   "Siapa dia!?"

   "Berani sekali, ayo kita hajar dia!!"



.   .   .   .   .

   Dua anak kecil, satunya laki-laki dan satunya perempuan, terlihat sedang bersembunyi dibalik sebuah mobil yang dilindungi oleh rimbun nya pohon.

   "Cepat terus cari! Kemana dua pengecut itu"

   Suara suara itu terus saja bersahutan di tempat yang cukup jauh dari area halaman belakang TK.

   "Anu...maaf, membuatmu repot" anak perempuan itu membuka suara pelan.

   Anak laki-laki itu menengok kearah anak perempuan itu, kemudian tersenyum kecil.

   "Nggak apa-apa kok. Soalnya kata ibu, lelaki itu tidak boleh berantem dengan anak perempuan. Kata ibu juga, lelaki yang berantem dengan perempuan itu banci namanya" ujar anak lelaki itu.

   "Oh, begitu. mama ku juga bilang seperti itu" balas anak perempuan itu.

   "Pasti mama mu itu orang yang sangat cantik" terka anak lelaki itu.

   Anak perempuan itu tertegun sesaat "Iya, mama ku itu orangnya cantik, tapi kau tau dari mana?" tanya anak perempuan itu.

   "Karena kau juga cantik"

   Anak perempuan itu terkejut, kemudian tersipu "Baru kali ini ada yang bilang aku cantik selain mama, papa, dan kakak-kakak ku" tukas anak perempuan itu.

   Anak lelaki itu hanya tertawa kecil, tapi pelan "Oh iya, nama mu siapa? Aku belum pernah melihatmu sebelum nya" tukas anak lelaki itu.

   "Nama ku ....... Wening ..... , kalau kamu siapa?"

   "Nama ku ........ ..... ....... Habib" seru anak lelaki itu. Tapi sial nya dia lupa kalau dia sedang bersembunyi, jadi ketiga anak yang mencari nya dari tadi mendengar nya.

   "Itu dia suara nya. Arahnya dari mobil itu" tukas anak kedua.

   Dua anak yang sembunyi disana terperanjat mendengarnya.

   "Bagaimana ini?" bisik Wening.

   "Kau disini saja, biar mereka yang mengejar ku" bisik Habib, kemudian dia langsung berlari keluar dari tempat persembunyian nya.

   "Itu dia, kejar!" seru anak pertama saat melihat Habib. Alhasil Habib dikejar oleh ketiga anak itu. Sedangkan dibalik mobil, Wening terus menatap Habib.


   TO BE CONTINUED






Tuesday 16 February 2016

Z Junior Highschool (Part 15)

   Selamat Siang
   Aduh maaf ya agak lama, sekarang lagi demam-demamnya fanfiction (Readers: Woii idiot! Sadar dong! Sebentar lagi UN!!).
   Oke kita lanjut saja.

SELAMAT MEMBACA

   Kita semua terpaku beberapa saat mendengar pertanyaan dari Eliza. Bukan, bukan pertanyaan, lebih mirip dengan perintah.

   "Fajar, gimana..."

   "Tak ada gunanya berbohong" ujar Fajar datar, memotong perkataan Yusuf.

   "Cepat" tukas Eliza tak sabar.

   "Baiklah" Fajar menghela napas sebelum memberi penjelasan, kemudian menarik napas, hembuskan, tarik, hembuskan. Ada lalat masuk, dia tersedak. Mati (Readers: Hey author bego, maksa amat matinya!!).

   Oke maaf, kembali lagi kecerita. Fajar memulai penjelasannya.

   "Sebenarnya kami datang kesini tidak dengan tangan kosong. Mustahil kan, kami bisa selamat dari Jayanti sampai sini hanya dengan berbekal golok dan alat lainnya? Kami mempunyai senjata, yang bahkan lebih dari senjata biasa. Hanya saja, kami sembunyikan supaya tidak ada perselisihan di sini karna pasti semuanya ingin memakai senjata kami" jelas Fajar panjang lebar kali tinggi.

   "Dan dimana kalian menyembunyikannya?" tanya Eliza. Fajar tertegun saat mendengar pertanyaan Eliza "Tenang kok, aku sudah mempunyai sebuah pistol, jadi jangan khawatir" lanjut Eliza saat melihat ekspresi Fajar.

   "Disini" ujar Fajar singkat, padat, tapi kurang jelas. "Dimana?" tanya Eliza "Digudang ini" tanpa dikomando lagi kami semua selain Fajar mengambil senjata kami masing-masing dari tempat sembunyi nya.

   Eliza agak terpana melihat senjata api kami, tapi kemudian kembali kebiasa nya "Lumayan, dan apa yang akan kalian lakukan setelah ini" tanya Eliza.

   "Karena rahasia kami sudah ketahuan, kami akan segera pergi dari sini" jawab Fajar. Eliza terdiam beberapa saat "Baiklah terserah kalian" ujar Eliza sambil pergi dari gudang. Yang lain juga mengikuti.

   "Fajar, jadi sekarang kita pergi?" tanyaku beberapa saat setelah kepergian Eliza dan yang lain.

   "Tentu saja, kenapa? Kau takut?" ledek Fajar.

   "Tch, untuk apa takut. Inilah yang paling aku tunggu-tunggu" ujarku sambil mengayunkan katana ku.

   "Yosh, bersiaplah untuk pergi. Manfaatkan barang di plaza ini yang bisa kalian pakain untuk perjalanan nanti" ujar Fajar sambil melengos pergi.

   "Yes, Sir!"

.    .    .    .    .

   Saat ini kami sedang bersiap-siap untuk pergi dari plaza ini. Jadi kami agak sibuk untuk bersiap. Apalagi aku yang saat bersiap-siap selalu lupa akan barang penting saat sudah dijalan.

   "Hey, bukannya ini ide yang bagus kalau kita memakai ini" sahut Raihan. Oh iya kami sudah memberi tahu Enggar, Adam, dan Raihan tentang rencana mendadak kami untuk pergi dari plaza.

   Aku dan Adam yang sedang membersihkan pedang kami melihat Raihan yang memakai pelindung siku tangan dan lutut yang biasa dipakai pengendara sepeda.

   "Boleh juga" komentar Adam. Saat itu Fajar datang dan melihat Raihan.

   "Wah, ide bagus. Kita akan memakai ini" ujar Fajar.

   "Iya benar" ujar Nuansha yang entah sejak kapan ada disana.

   "Oh ya, gantilah sepatu kalian dengan sepatu yang lebih cocok untuk berlari, dan jangan memakai jaket, lepaskan rompi seragam kalian agar tidak menghambat pergerakan kalian" sahut Fajar pada semua nya.

   "Hey! Aku yang menemukan ini lebih dahulu!"

   "Jangan bohong!"

   "Wah, ada buku bagus"

   "Syal ini lembut juga"

   Fajar hanya bisa berdiri seperti orang bodoh saat omongannya tidak didengarkan sama sekali. Aku menghampiri Fajar sambil menepuk pundak nya.

   "Sabar ya bro.."

.    .    .    .    .

   "Apa ada yang perlu disiapkan lagi?" tanya Yunita.

   "Apa ya? Kebiasaan ku kambuh lagi nih" sesal diriku. Yunita hanya sweetdrop melihat tingkahku.

   "Mungkin sudah semua. Oh iya Fajar kemana?" tanya Nuansha sambil menimang-nimang senapannya.

   "Oh dia. Dia pergi, katanya sebentar" jawab Yusuf. Saat ini kami ada di lobi utama lantai 1. Selain memakai tas, kami juga memakai pelindung siku, lutut, sarung tangan (terutama aku, Adam, dan Yunita, yang notabene adalah petarung jarak dekat).

   "Oh, kalau Adam dan Enggar?" tanya Nuansha.

   "Mereka pergi untuk membawa perbekalan (baca: cemilan) sebanyak yang mereka bisa" jawab Yusuf.

   "Ekh~ kenapa mereka tidak mengajakku" gerutuku yang langsung berlari menuju distro makanan, setelah beberapa saat mencari, aku menemukan Adam dan Enggar yang sedang asik memasukkan cemilan dan snack kedalam tas Raihan (pantas aku melihat Raihan tampak kebingungan).

   "Hey, kalian curang sekali" sahutku sambil mengikuti mereka, saat itu aku masih membawa tas ku yang sudah penuh karena terisi oleh mantel hujan, senter, tali, tisu, dll.

   "Hoi, lihat sendiri, tas mu sudah penuh tuh" ujar Enggar sambil melihat tas ku.

   "Kalau begitu..." aku pergi dari situ. Beberapa saat kemudian aku kembali dengan tas dengan ukuran tidak terlalu besar, tapi dengan penyimpanan yang luas.

   "Aku akan menyimpannya disini" ujar ku yang langsung memasukkan cemilan, snack, makanan ringan, cup mie instant, wafer, dll. Adam dan Raihan hanya melihatku dengan terheran-heran.

   "Hey aku akan mengambil sebuah termos dulu" ujar Adam kemudian pergi meninggalkan Raihan sendiri.

.    .    .    .    .

   Nuansha sedang berjalan-jalan di distro elektronik ketika dia mendengar suara berisik. Saat dia mendengar nya lebih teliti lagi, ternyata itu adalah suara radio. Dia menelusuri suara itu dan menemukan Fajar sedang memeriksa semua stasiun radio satu persatu.

   "Menemukan sesuatu?"

   Fajar yang mendengar suara Nuansha langsung terlonjak kaget karena tidak menyadari bahwa Nuansha ada di dekat disini.

   "Oh kamu, bikin kaget saja" ujar Fajar, sedangkan yang dibicarakan hanya cengar cengir tanpa rasa dosa. Fajar kemudian kembali memeriksa radio yang dia pegang.

   "Hey! Kau belum menjawab pertanyaan ku, apa kau menemukan sesuatu?' tanya Nuansha sambil berkacak pinggang.

   "Hmm, apa? Oh, aku cuma menemukan saluran yang menyiarkan peringatan bahaya yang tampaknya sudah disiarkan beberapa hari yang lalu" jawab Fajar.

   "Ne, Fajar" ujar Nuansha memulai pembicaraan sambil duduk didepan Fajar (Disana ada kursi plastik).

   "Ada apa?" tanya Fajar tanpa memalingkan pandangannya.

   "Kenapa pemerintah menyembunyikan ini semua, tentang wabah, zombie, dan yang lain?" tanya Nuansha.

   Fajar tampak berpikir keras. Saking kerasnya sampai ada asap keluar dari kedua lubang telinga nya.
   "Eeh~ kalau kau tidak tahu tidak apa, aku tidak memaksa" ujar Nuansha panik. Mendengar itu Fajar hanya tertawa.

   "Hahaha, aku juga tidak tahu" ujar Fajar sambil tersenyum. Nuansha hanya ber-oh ria, kemudian beranjak pergi.

   "Fajar aku pergi dulu ya, maaf bila menganggumu" ujar Nuansha. Tapi tiba-tiba Fajar memegang tangannya, mencegat Nuansha pergi. Nuansha yang menyadari itu hanya terkejut.

   "Nuansha, aku ingin bertanya sesuatu" ujar Fajar. Nuansha hanya diam menunggu.

   "Selama 4 hari ini, apa kau merasa takut?"

   "Eeh~?"

   "Jujur saja, semenjak ini dimulai, apa kau pernah merasa ketakutan? Saking takut nya, kau ingin keluar dari keadaan ini dan memulai hidup normal"

   Nuansha berbalik kebelakang, dan tatapan mereka bertemu. Tak ada keraguan dimata Fajar. Dia bersungguh-sungguh.

   "Tentu saja aku merasa takut. Takut sekali. Walau ada bukti kalau orang tua ku sudah pergi mengungsi, tak ada jaminan mereka selamat. Aku sangat takut. Tak pernah aku merasa setakut ini. Kau...kau tidak mengerti" bahu Nuansha bergetar "Aku merasa tak berguna di tim ini, karena ketakutan selalu menguasai diriku. Bahkan aku tak pantas.."

   "Kau kira aku tidak merasa takut"

   "Eeh~?"

   "Aku selalu memendam ketakutan ku. Bersyukurlah kau bisa menyalurkan ketakutan mu, tapi aku tidak bisa. Kenapa?" Fajar merunduk ke lantai, sedangkan Nuansha ikut berjongkok. Terlihat bahu Fajar bergetar hebat.

   "Fa.."

   "Biarkan saja dulu.."

.    .    .    .    .

   "Ya ampun, Ardhika, Adam, dan Enggar lama sekali" keluh Fitria.

   "Jangan-jangan mereka juga memakan semua cemilan itu" tukas Raihan.

   "Hah, asumsi mu selalu tidak masuk akal" komentar Yunita.

   "Oh iya, kak Nuansha dimana?" tanya Rika yang sedari tadi diam.

   "Oh iya, aku juga baru sadar, kemana Nuansha?" tanya Fitria.

   "Mungkin dia sedang mencari manga" ujar Yusuf masih mengisi amunisi kedalam magazine-nya.

   "Nah itu Ardhika, Adam, sama Enggar" ujar Raihan sembari menunjuk kami bertiga.

   "Ne, kalian dari mana sa..Eekh~!?" pekik Yunita saat melihat tas ku dan Raihan sudah penuh dengan makanan. Apa lagi Raihan yang sudah dari tadi mencari tas nya.

   "Ternyata tas ku ada di kalian" ujar Raihan.

   "Hmm, begitulah" jawab Enggar sambil berkeringat dingin. Dan terjadilah adegan kejar-kejaran yang romantis (?) antara Raihan dan Enggar, dengan Adam yang menonton sambil bersimpuh dan meminum teh hangat.
   
   Sementara tak jauh dari tempat mereka ber delapan...

   "Hey Nuansha" ujar Fajar yang berjalan agak jauh dari Nuansha, tapi masih bisa terdengar.

   "Ada apa?'

   "Jangan ceritakan apa yang terjadi tadi"

   "Kenapa?"

   "Aku...malu" ujar Fajar sambil tersipu (Anjiir jijik!!)

   "Hah, apa yang mau kau malui, kan wajar manusia seperti itu" ujar Nuansha. Fajar masih terdiam.

   "Baiklah...baiklah takkan ku kasih tahu, lagi pula apa untung nya memberi tahu yang lain bahwa kau tadi mena..."

   "Ssst" bisik Fajar panik. Nuansha hanya sweetdrop melihat nya.

   "Oke-oke" ujar Nuansha. Kemudian mereka berdua sampai di tempat kami berdelapan.

   "Eh? Kenapa kalian bisa bareng kesini?" tanya Fitria terheran-heran.

   "Oh i..itu, ka..kami tadi berte..bertemu di sa..sana" ujar Fajar tergagap, sedangkan Nuansha hanya sweetdrop melihatnya.

   "Oh, benarkah?" tanyaku dengan nada menyelidik.

   "Tentu saja benar" ujar Nuansha sambil berseri-seri. Tapi tiba-tiba...

   "BLAM"

   "Kyaa..!!"

   Kalian pasti mengira itu teriakan perempuan. Bukan, itu teriakan ku.

   "Heh dasar kau, ini cuma mati lampu. Teriakanmu sangat memalukan" ujar Fajar sambil menyalakan senter, sedangkan yang dibicarakan hanya cengar cengir tidak jelas.

   "Dasar kau" keluh Fitria sambil menyalakan senter juga.

   "Tapi ini terlalu mendadak, apa yang terja.."

   "PLAAK!!"

   Saat Raihan ingin berdiri dan mencari pegangan, tanpa sengaja dia memegang dada Nuansha, yang langsung diberi hadiah berupa tamparan gratis tanpa dipungut biaya oleh Nuansha.

   "Kyaa! He-hentai" ujar Nuansha, sementara Raihan memegang bekas tamparan di pipi nya.

   "Hey Raihan! Apa yang kau lakukan!?" bentak Fajar sambil mengarahkan senter nya ke arah mereka berdua.

   "Menjijikan" ujar Fitria.

   "Wah, tak benar tak benar" ujar ku sambil menggelengkan kepala.

   "Nuansha, maafkan aku, maafkan aku, aku tidak sengaja" ujar Raihan..

   "Baiklah kalau kau tidak sengaja, tapi untuk apa kalian berdua menyalakan senter? Walau lampu nya mati tapi kan tidak terlalu gelap" tanya Nuansha pada Fajar dan Fitria. Memang suasana di plaza tidak terlalu gelap karena cahaya yang masuk melalui ventilasi, jendela atap, dan celah lainnya.

   Fajar dan Fitria yang mendengar itu hanya terpaku sambil mematikan senter nya.

   "Jangan memasang tampang bego seperti itu!" seru Yusuf.

   "Apa yang terjadi!?"

   Kami semua menoleh ke arah suara, rupanya Eliza, John, dan yang lain menuruni tangga dan menuju ke arah kami.

   "Harus nya kami yang menanyakan itu, kenapa listrik nya mati tiba-tiba?" tanya Enggar tak mau kalah.

   "Mana kami tahu, makanya kami bertanya pada kalian" ujar John sinis.

   "Eh~ kan kalian sudah di plaza ini dari dulu"

   "Tapi bisa saja kalian mengetahui nya"

   "Apa! Kau mengajakku berantem"

   "Boleh juga. Aku takkan kalah oleh bocah seperti kau"

   "Cukup-cukup kalian berdua, ini bukan waktu nya untuk betengkar" kata Fitria sambil memisahkan mereka berdua dengan (sedikit) kasar.

   Tiba-tiba kami-Tidak bukan, semuanya yang ada didalam plaza ini merasakannya.

   "Ini!?" Yunita terperanjat.

   Suara ini, rasa mencekam ini...


   Apa yang sebenarnya terjadi?

TO BE CONTINUED