Saturday 4 June 2016

Chapter 24: Yang Sebenarnya




Selamat Siang.
Wah ketemu lagi dengan author gaje bin aneh ini. Gimana sih katanya mau fokus ujian? Karena saya tergoda dengan melanjutkan cerita ini, jadi yah mau gimana lagi *nangis dipojokan*. Baiklah langsung saja 
JRENG JRENG JRENG...!!!

HAPPY READING :D

Ardhika's Pov
6 zombie dibelakang kami semakin mendekat, jaraknya hanya tinggal 7 meter dari kami. Tapi tak ada satupun dari kami yang melakukan gerakan. Semuanya terlalu shock saat melihat ini.
DOR!
DOR!
DOR!
DOR!
DOR!
DOR!
Tiba-tiba suara tembakan terdengar. Semua tersadar dari lamunannya, termasuk aku. Kemudian tak lama kemudian seseorang datang dibalik atap bangunan dekat alun-alun. Semua termasuk aku menengok kearah orang itu. Orang yang ternyata sudah melepaskan tembakan ke 6 zombie dibelakang kami memberikan isyarat dengan tubuhnya, menyuruh kami masuk kedalam masjid Al Munawwaroh di alun-alun.
"Ayo kesana" ujar Raihan.
"Tapi..."
"Tidak ada kata tapi, bisa saja orang itu mengetahui apa yang terjadi disini" ujar Fajar memotong ucapan Fitria. Kami semua masuk kedalam alun-alun dan menutup gerbangnya (untung gerbangnya tidak terkunci). Didalam tak ada zombie, kami berlari kearah masjid. Dilihatnya, orang yang menembak tadi juga masuk dengan melompati pagar menuju masjid.
"Ayo masuk" ujar orang itu yang telah mencapai masjid lebih dulu dan membuka pintu masuk. Kami pun masuk kedalam. Kemudian orang itu menutupnya.
"Fyuh, akhirnya" ujar orang itu. Didalam sana ada beberapa tas, makanan instant yang sudah setengah habis, dan seorang cewe-Cewek!
"Assalamualaikum" ujar orang itu. Kami celingak celinguk, sebelum sadar bahwa kami belum mengucapkan salam saat memasuki masjid.
"Waalaikumsalam kakak, gimana keadaannya?" balas cewek itu. Rupanya orang itu adalah kakak cewek ini. Cewek itu kira-kira seumuran denganku, berjilbab, dan dari raut muka dan suaranya sepertinya dia orang baik.
"Saat kesini aku melihat ada bus ditepi jalan, padahal tadi pagi tidak ada. Ternyata milik mereka" ujar orang itu sambil menunjuk kami semua "Dan mereka malah bengong, sampai tidak sadar ada zombie dibelakang mereka" sambungnya sambil tertawa.
"Eehm" orang itu menghentikan tawanya "Kalian pasti menuju kemari karena mendapatkan informasi bahwa tempat ini menjadi lokasi pengungsian kan?" tanya orang itu.
"Oh, i-iya. Tapi kenapa tempat ini malah sepi, apakah informasi yang kami dapat salah atau sesuatu telah terjadi?" jawab Fajar sekaligus bertanya.
"Tidak, tidak salah dan tidak ada sesuatu yang terjadi disini. Tapi sepertinya kalian terlambat kemari" ujar orang itu, yang sontak membuat kami terkejut.
"Ma-maksudnya?" tanya Taufik.
"Rombongan pengungsi telah pergi dari sini sejak kemarin" sahut cewek tadi. Kamipun terkejut bercampur lega, karena keluarga kami baik-baik saja.
"Ta-tapi kemana?" tanya Fitria.
Orang itu malah duduk, sepertinya ingin menjelaskan sesuatu.
"Kalian tahukan, bahwa pemerintah kita telah memberlakukan Darurat Milier semenjak wabah masuk kenegara kita?" ujar orang itu. Kami hanya mengangguk.
"Kemudian pemerintah mengatur titik lokasi pengungsian yang tersebar di 28 provinsi, dan setiap titik dijaga ketat oleh pasukan Kopassus" lanjutnya.
"Tunggu dulu!" seru Raihan tiba-tiba "Bukannya negara kita ada 34 provinsi?" tanya Raihan.
"Kau tahu juga ya?" ujar orang itu "Lokasi pengungsian hanya ada di 28 provinsi karena pulau Kalimantan dan Kepulauan Riau belum terkena wabah" lanjut orang itu, yang membuat kami terkejut.
"Tujuan dari pemerintah itu ialah untuk mengumpulkan warga negara yang selamat dan mengumpulkannya disatu titik"
"Yaitu Kalimantan, benarkan?" tanya Enggar.
"Ya, tapi rencana itu diubah" ujar orang itu.
"Kenapa?" tanya Najwa.
"Itu karena 2 hari yang lalu wabah mematikan masuk kedalam Kalimantan, sehingga pemerintah mengubah rencananya ke Kepulauan Riau" ujar orang itu.
"Jadi maksudmu..." ujar Febri.
"Ya! Semua pengungsi disini sudah diungsikan ke Kepulauan Riau menggunakan kapal laut. Ibukota Indonesia juga dipindahkan ke Tanjung Pinang" ujar orang itu.
Kami semua terdiam, memikirkan apa yang dikatakan oleh orang itu.
"Oh ya karena terlalu bersemangat bercerita jadi aku lupa mengenalkan namaku. Namaku Rizki Dwi Febriansyah, dan ini adikku Anggita Eka Sapitri. Dan aku adalah anggota Kopassus" ujar orang itu. Pantas saja dia punya senapan.
"Dan kalian bisa memanggil dia DF" ujar Anggi, yang langsung dihadiahi pelototan oleh DF.
"Tunggu sebentar" ujarku tiba-tiba "Katanya semua pengungsi disini sudah pergi kemarin, dan bukankah kalian juga pengungsi. Kenapa kalian masih disini?" tanyaku. Semua yang mendengarnya juga baru menyadarinya dan mengarahkan tatapannya ke DF dan Anggi. Sedangkan yang ditatap hanya cengengesan.
"Yah, aku tidak yakin kalian ingin mendengar ini-Eekh!?" ucapan DF terputus saat melihat kami semua sudah mengerumuninya, bahkan Febri, Taufik, Enggar, dan Anggi sudah siap dengan cemilan (Anggi ngapain ikut-ikutan?).
"Oke, beberapa saat sebelum berangkat..."

Flashback

"Semua, cepat naik ke bus yang telah dipersiapkan. Jangan panik jangan berebut dan yang penting JANGAN BERISIK!!!" teriak seorang Kolonel. Sontak semua orang menengok kearah dia sambil berkata dalam hati 'dia yang suruh jangan berisik tapi dia sendiri berisik'.
Sedangkan disisi lain, sepasang muda mudi sedang berciuman....
Oke salah tempat. Disisi satu lagi, seorang anggota Kopassus, DF, sedang gusar sambil memandang adiknya Anggi.
"Apa tak bisa ditahan?" tanya DF.
"Ukh, tak bisa kak. Sudah diujung nih (?)" ujar Anggi dengan raut muka aneh seperti monyet yang kalah taruhan.
"Baiklah, cepat sana BAB-nya" ujar DF. Ternyata Anggi ingin BAB, dan karena sebentar lagi rombongan akan berangkat, jadi DF merasa khawatir takut ketinggalan bus.
Anggi yang mendengar itu dengan kecepatan cahaya (wanjir) langsung menuju ke toilet wanita. DF hanya mendengus kesal, tapi beberapa saat kemudian tiba-tiba perut DF melilit minta dikeluarkan isinya.
"Cih sial, BAB ini mengangguku" DF langsung melesat dengan kecepatan suara menuju toilet pria.

Flashback Off.

"...dan saat kami berdua keluar dari toilet, alun-alun sudah sepi" ujar DF menutup ceritanya sambil menutup muka karena malu.
Sontak kami semua tertawa, bahkan Anggi juga tertawa (nggak nyadar dia yang diketawain). Bahkan Fajar yang sedang minum air mineral langsung tersedak, dan aku yang juga tersedak ludahku sendiri.
"Berhenti tertawa! Kalian kira lucu!" bentak DF, tapi sia-sia saja. Karena tawa kami semua malah tertawa makin keras.
"Oke oke, hahaha" ujar Fajar berusaha menghentikan tawanya "Jadi apa kau mau ikut dengan kami beserta adikmu?" tanya Fajar.
"Kemana?" tanya Anggi telmi.
"Ke titik pengungsian, kepulauan Riau. Kau kan sudah berpengalaman, jadi biar kau saja yang memandu" ujar Fajar kepada DF.
"Oh. Ah Iya! Pemimpin kalian siapa disini?" tanya DF.
"Oh tidak ada...."
"FAJAR!"
Perkataan Fajar terpotong oleh perkataan kami semua.
"Eh!? Sejak kapan!?" tanya Fajar terkejut.
"Sejak dulu, kan memang kau pemimpinnya" ujarku.
"Ya, kau sangat cocok menjadi pemimpin" puji Nuansha.
"Oh jadi anak muka cekung ini pemimpinnya?" ujar DF, yang langsung dihadiahi pelototan Fajar.
"Baiklah, aku ikut kau leader" ujar DF
"Eh!? Tapi kan kau yang lebih tua, bahkan kau juga anggota Kopassus" tolak Fajar.
"Yah walau begitu, tapi seniorku selalu bilang aku tak cocok jadi pemimpin. Tenang saja, aku akan mendampingimu" ujar DF, yang entah kenapa membuat Fajar, aku, Raihan, Enggar, Taufik, Febri, Agung, dan Galih tiba-tiba berdigik sambil menatap jijk DF (Anak cewek nggak ngerti LGBT, Choki apa lagi :v).
"Yah kalau begitu. Kita siap-siap dulu sebelum berangkat" saran Fitria.
"Betul juga tuh, ayo" ajak DF.


*     *     *     *     *


16.27 WIB.

Hampir semua dari kami sudah siap, tinggal menunggu Fitria, Nuansha, dan Anggi yang entah ngapain (Fitria: "Rahasia wanita"). Oh iya Anggi sudah cukup akrab dengan Fitria, Nuansha, Rika, Diaz, Najwa, dan Choki (ngapain dia disini!?). Enggar tadi menawarkan beberapa pack amunisi kepada DF, tapi dia menolak dengan alasan masih memiliki cukup amunisi untuk dia sendiri. Oh iya DF memakai senapan SS2-V4 dan sebuah handgun FN-57. Sedangkan Anggi menggunakan sebuah handgun P2-V1 dan sebuah sabit.
"Sudah belum?" tanya Enggar yang memegang M14-nya.
"Sudah sudah" sahut Fitria, Nuansha, dan Anggi bersamaan.
"Baiklah rencana dimulai. Galih dan Choki akan ke bus duluan, Ardhi, Enggar, dan Agung akan melindunginya. Kemudian saat Ardhi mengirimkan sinyal senter kearahku, maka kita semua akan berjalan bersama dengan membentuk lingkaran. Rika, Nuansha, Fitria, Diaz, Anggi, dan Najwa ditengah, sedangkan aku, Taufik, Raihan, DF, dan Febri melingkari para cewek. Mengerti?" tanya Fajar memastikan. Semuanya mengangguk.
"Baiklah ayo" bisik Fajar. Galih dan Choki dengan aku, Enggar, dan Agung keluar dari masjid, membuka gerbang dan keluar dari alun-alun. Seketika 6 zombie menyambut mereka.
"Tch" aku menghunus katana Adam dan memenggal 3 zombie, sedangkan Enggar menusukkan bayonetnya kearah kepala zombie dan Agung menusukkan pedang rapier-nya dan menendang zombie yang satu lagi.
"Ayo" bisik Enggar. Mereka terus mengendap-endap berjalan menuju bus yang terparkis disalah satu sisi jalan. 2 zombie berjalan kearah mereka. Aku dan Enggar menusukkan katana dan bayonet kearah zombie itu. Akhirnya kami sampai di bus. Galih dan Choki segera masuk, dan sesuai rencana, aku mengarahkan cahaya senter kearah Fajar. Fajar merespon sinyalku dan dengan berjalan membentuk lingkaran mereka semua berjalan kearah bus. Enggar membantunya dengan melempar beberapa petasan kearah sisi lain, sehingga zombie-zombie terpancing. Setelah sekian lama akhirnya mereka sampai dan segera masuk kedalam bus.
"Semua sudah masuk?" tanya Fajar. Kami semua mengangguk.
"Ayo jalan Galih!" sahut Fajar, dan Galih segera menyalakan mobil dan melaju meninggalkan tempat itu.
BRRRMMMMM.......!!!!!!
Beberapa kali bus menabrak zombie, sebelum akhirnya kami memasuki jalan yang bersih.
"Jar, kita akan kemana?" tanya Galih. Fajar hanya tersenyum.
"Kemana lagi, perlabuhan terdekat dari sini, Tanjung Priok" balas Fajar.
"Tapi aku tak tahu dimana itu" ujar Galih.
"Biar aku pandu, aku tahu jalannya dari sini" ujar DF yang segera maju kedepan.
Akhirnya kami meninggalkan alun-alun dan menuju ketempat yang belum satupun dari kami pernah kesana, Kepulauan Riau. Kami baru menyadari bahwa tadi bukanlah akhir dari perjalanan kami...

...tapi baru kami mulai.

TO BE CONTINUED

No comments:

Post a Comment